Soal Biologi SMA

Posted by Wahyudi On 17.06 0 komentar

Biologi, Ilmu Fana dan flaura perlu dipelajari biar bisa memanfaatkan kehidupan yang sehat sebagai tentunya terfokus ilmu ini apa ngerti besuk jadi dokter, apoteker, laborator, atau lainnya dan bisa bantu teman yang membutuhkan. yang pelajari dulu

Dowload di sini oke...

Soal Kimia SMA

Posted by Wahyudi On 16.19 0 komentar

Kimia merupakan ilmu yang hakikinya sangat berpengaruh dalam putaran kehidupan bahkan alam biotik dan abiotik, bisa bermanfaat ataupun sebaliknya, tinggal tujuan para penggunanya.

Download di sini ya!

Soal Bahasa Inggris SMA

Posted by Wahyudi On 07.09 0 komentar

Ingat Bahasa Inggris bukan bahasa asing, oleh karena itu harus menguasai speak Inggris
menguasai komunikasi dg Bahasa Inggris berarti menguasai Ilmu dunia, bisa menaklukan
perkembangan dunia kalau dapat m,enerapkan.

Download di sinilho!

Soal Bahasa Indonesia SMA

Posted by Wahyudi On 00.03 0 komentar

Bahasa menunjukan kebudayaan dan kepribadian Bangsa, dinilai secara
tersirat merupakan faktor pemersatu atau sebliknya, Bagi Siswa pelajaran
ini sebagian besar dianggap mudah karena sebagai komunikasi sehari-hari
membosankan bila metode kurang kreatif. Siswa kurang bermorall kenyataannya
nilai ujian Bahasa tidak mencapai nilai 100.




Download di Sini !


Soal Matematika SMA

Posted by Wahyudi On 23.50 0 komentar

AQ Anak, hantu education mengdiskreditkan pada matematika
pandangan anak yg bodoh, padahal matematika mudah dihafal
rumusnya, hanya saja membutuhkan latihan yg tekun, cara
mengoperasikan angka dalam rumus harus perlu panduan. Siswa
banyak sekali ujian mendapat 100%



Download di Sini!


Soal Ekonomi SMA

Posted by Wahyudi On 23.21 0 komentar

Kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa terletak pada perekonomian
Bangsa kita menghendaki bangsa yang Adil dan makmur, bagaimana bisa!
yang mendidik aja ekonominya serba paspasan sedangkan para pengatur
sebagian kecil berilmu pas mumpung


Download di Sini


Soal-Soal SMA

Posted by Wahyudi On 22.19 0 komentar


Berlayar mengarungi cita-cita tanpa pegangan Ilmu dan Do'a
Ibarat buih tanpa arah, hanya mengikuti emosi gelombang






Download Di sini

Oleh Purwahyudi, 2005. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen.
Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan kontekkstual (contextual teaching learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas secara maksimal. Kelas yang ‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evalasi.
Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon manusia Indonesia.
Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda.
Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam , agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah Dalam Meningkatkan Prestasi Dan Pemahaman Pelajaran PAI Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati NgawiTahun Pelajaran 2005/2006.”

B.Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
1.Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PAI dengan diterapkannya metode
belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1
Karangjati Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006?
2.Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap
motivasi belajar PAI pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati Ngawi Tahun
Pelajaran 2005/2006?

C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar PAI setelah diterapkannya metode
belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1
Karangjati Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006.
2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar PAI setelah diterapkan metode belajar
aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati
Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006.

D.Manfaat Penelitan
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru PAI dalam
meningkatkan pemahaman siswa belajar PAI.
2. Sumbangan pemikiran bagi guru PAI dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman
siswa belajar PAI.
E.Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu
didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:
Suatu bentuk pembelajaran yang mengharuskan guru mengajukan satu atau
beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siwa atau mengapatkan
hipotesis atau simpulan mereka.
2. Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat
melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi
mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,
setelah siswa mengikuti pelajaran.
F.Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati
Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan September tahun
pelajaran 2005/2006.
3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan Menerjemaah Bahasa Arab
Dengan Menerapkan Model Pengajaran kontekstual berbasis masalah Pada Siswa
Kelas XI SMA Negeri 1 Ngawi u Tahun Pelajaran 2005/2006




Metode Moving Clas

Posted by Wahyudi On 08.02 0 komentar

1. Bertukar Tempat

URAIAN SINGKAT
Strategi ini memungkinkan siswa untuk lebih mengenal. berbagi pendapat dan membahas gagasan, nilai-nilai atau pemecahan masalah baru. Ini merupakan cara yang luar biasa bagus untuk meningkatkan keterbukaan-diri atau bertukar pendapat secara aktif.


1. Bertukar Tempat

URAIAN SINGKAT
Strategi ini memungkinkan siswa untuk lebih mengenal. berbagi pendapat dan membahas gagasan, nilai-nilai atau pemecahan masalah baru. Ini merupakan cara yang luar biasa bagus untuk meningkatkan keterbukaan-diri atau bertukar pendapat secara aktif.


Salah satu metode untuk membangkitkan apa yang siswa pelajari dalam satu semester proses belajar mengajar adalah metode pembelajaran bagaimana menjadikan belajar tidak terlupakan. Metode ini adalah untuk membantu siswa dalam mengingat materi pelajaran yang telah diterima selama ini. Selain itu metode ini diterapkan pada akhir semester proses belajar mengajar dengan tujuan untuk membantu siswa agar siap mengahadapi ujian semester atau ujian akhir.



STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL PENGAJARAN BERBASIS PROYEK/TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI
PADA SISWA KELAS ………… NEGERI …………..
……………….
TAHUN 2003/2004




KARYA ILMIAH




OLEH
………………………………….
NIP : ……………….






DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN …………………..
………………. NEGERI ………………….

HALAMAN PENGESAHAN

KARYA ILMIAH
BERJUDUL:


STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL PENGAJARAN BERBASIS PROYEK/TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI
PADA SISWA KELAS ………… NEGERI …………..
………………. TAHUN 2003/2004



OLEH
………………………………….
NIP : ……………….



TELAH DISETUJUI

Kepala Dinas Pendidikan Ketua PGRI
Kabupaten ………………. Kabupaten ……………….



………………………………. ……………………………….
NIP. NIP.
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya.
Karya ilmiah yang berjudul “Strategi Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Pada Siswa Kelas ….. Tahun 2003/2004” ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan profesi guru dari IV-b ke IV-c.
Dalam penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten ….
2.Yth. Ketua PD II PGRI Kabupaten ……
3.Yth. Rekan-rekan Guru ….. Negeri ……
4.Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penelitian ini dan demi penelitian yang akan datang.


…….., Oktober 2003


Peneliti

ABSTRAK

…., 2005. Strategi Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Pada Siswa Kelas …… Tahun Pelajaran 2005/2006

Kata Kunci: Biologi , metode belajar aktif model tugas/proyek

Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Biologi dengan diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model tugas/proyek terhadap motivasi belajar?
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar Biologi setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah.(b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar Biologi setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalh siswa kelas ……………………………... Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II (77,78%), siklus III (88,89%).
Simpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model tugas/proyek dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ……………………………….., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran Biologi .
















DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penelitian
D.Manfaat Penelitian
E.Penjelasan Istilah
F.Batasan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar
B.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
C.Hakikat IPA atau Sains
D.Proses Belajar Mengajar Biologi
E.Prestasi Belajar Biologi
F.Gaya Belajar
G.Sisi Sosial Proses Belajar
H.Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
B.Rancangan Penelitian
C.Instrumen Penelitian
D.Metode Pengumpulan Data
E.Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Analisis Item Butir Soal
B.Analisis Data Penelitian Persiklus
C.Pembahasan
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
B.Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, erta pengembangan paradigma baru dengan metodologi pengajaran.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Salah satu metode untuk membangkitkan apa yang siswa pelajari dalam satu semester proses belajar mengajar adalah metode pembelajaran bagaimana menjadikan belajar tidak terlupakan. Metode ini adalah untuk membantu siswa dalam mengingat materi pelajaran yang telah diterima selama ini. Selain itu metode ini diterapkan pada akhir semester proses belajar mengajar dengan tujuan untuk membantu siswa agar siap mengahadapi ujian semester atau ujian akhir.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul “Strategi Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Pada Siswa Kelas …………………………………………..



B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
1.Seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas ……………………………….?
2.Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam meningkatkan motivasi belajar sains pada siswa Kelas ……………………………………..?

C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.Ingin mengetahui seberapa jauh peningkatan prestasi belajar Sains setelah diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas …………………………………………..
2.Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam meningkatkan prestasi dan motivasi belajar terhadap materi pelajaran Sains setelah diterapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas ………………………………..


D.Kegunaan Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1.Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan proses belajar-mengajar Sains.
2.Meningkatkan pestasi prestasi dan motivasi pada pelajaran Sains
3.Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi Sains.

E.Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1.Metode kooperatif adalah:
Suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama
2.Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
3.Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran ………..

F.Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1.Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas ……………………………….tahun pelajaran 2003/2004.
2.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun palajaran 2003/2004.
3.Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan…………………..














BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar
1.Pengertian Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.
Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.
2.Pengertian Prestasi Belajar
Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.
Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
3.Pedoman Cara Belajar
Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.
Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a.Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu.
Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b.Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial
Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks. Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas. Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau hasil belajar yang baik.
Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.

C.Hakikat IPA atau Sains
IPA atau sains didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA atau Sains.
Secara rinci hakikat IPA atau Sains menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
1.Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA atau Sains selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
2.Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA atau Sains secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3.Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA atau Sains bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4.Progresif dan komunikatif; artinya IPA atau Sains itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
5.Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA atau Sains merupakan
bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).

D.Proses Belajar Mengajar Biologi
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 200: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar Biologi meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran Biologi.

E.Prestasi Belajar Biologi
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi belajar Biologi adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar materi Biologi.

F.Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”
Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

G.Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner mengurusi perkembangan metode belajar kolaboratif yang sedemikian popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama lain.

H.Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas
Pengajaran berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa disain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermana lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata (Buck Institue for Eduction, 2001).
Siswa diberikan tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secekupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas mereka (bukan diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas kompleks yang padu suatu diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut). Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas seperti proyek, simulasi, penyelidikan masyarakat, menulis untuk disajikan kepada forum pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik lainnya. Istilah situated learning (Prawat, 1992) digunakan untuk menggambarkan pembelajaran yang terjadi di dalam kehidupan nyata, tugas-tugas outentik/asli yang sebenarnya.
Tidak memandang apakah suatu tugas harus dikerjaklan sebagai pekerjaan kelas atau sebagai pekerjaan rumah, empat prinsip berikut ini akan membantu siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif.
1.Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang
Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu rutin.
Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada dalam tugas selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna.
Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai contoh guru dapat menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya. Sementar petunjuk-petunjuk tentang “apa yang dilakukan” adalah penting guru tidak menyertakan penjelasan tentang “mengapa” sesuatu harus dikerjakan dan proses-proses pembelajaran yang terlibat. Sebelum memberikan suatu tugas, guru hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu secara seksama dan kemudian menyediakan waktu cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa.
2.Menganekaragamkan Tugas-tugas
Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.
3.Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan
Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.
4.Memonitor Kemajuan Siswa
Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka dan proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami tugas tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok-kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan waktu, hendaknya guru mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan kepda mereka dengan umpan balik.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1.Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ………………………………………………
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester gasal 2004/2005.

3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi ………………………………………………. pada pokok bahasan rangka manusia, fungsi, dan pemeliharaannya.

B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2003: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2003: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2003: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.













Penjelasan alur di atas adalah:
1.Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2.Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model kooperatif tugas/proyek
3.Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
4.Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2.Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3.Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.
4.Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Biologi pada pokok bahasan ……………... Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:
a.Validitas Tes
Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 72)
Dengan: rxy : koefisien korelasi product moment
N : jumlah peserta tes
ΣY : jumlah skor total
ΣX : jumlah skor butir soal
ΣX2 : jumlah kuadrat skor butir soal
ΣXY : jumlah hasil kali skor butir soal
b. Reliabilitas
Relaiabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut:
(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)
Dengan: r11 : koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
r1/21/2 : korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dariperhitung lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliable.
c.Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)
Dengan: P : Indeks kesukaran
B : banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran sola adalah sebagai berikut:
-Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar
-Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang
-Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah
d.Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)
Dimana:
D : Indeks diskriminasi
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:
-Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek
-Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup
-Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik
-Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D.Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

E.Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:


1.Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

Dengan : = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:




BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar aktif dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan belajar aktif yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model belajar aktif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.

A.Analisis Item Butir Soal
Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi:
1.Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 46 soal diperoleh 15 soal tidak valid dan 31 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Tidak Valid Soal Valid
5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 25, 27, 28, 29, 30,36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45,

2.Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 854. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 28) dengan r (95%) = 0,374. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
3.Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 45 soal yang diuji terdapat:
-21 soal mudah
-14 soal sedang
-10 soal sukar
4.Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria jelek sebanyak 15 soal, berkriteria cukup 21 soal, berkriteria baik 9 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B.Analisis Data Penelitian Persiklus
1.Siklus I
a.Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 5 September 2004 di Kelas ………. dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Table 4.2. Nilai Tes I
No. Absen Nilai Keterampilan No. Absen Nilai Keterangan
T TT T TT
1 60 √ 15 70 √
2 70 √ 16 80 √
3 70 √ 17 60 √
4 70 √ 18 70 √
5 80 √ 19 80 √
6 70 √ 20 60 √
7 80 √ 21 70 √
8 70 √ 22 60 √
9 60 √ 23 80 √
10 60 √ 24 60 √
11 60 √ 25 60 √
12 70 √ 26 80 √
13 70 √ 27 70 √
14 80 √ 28 60 √
Jumlah 970
10 4 Jumlah 960
8 6
Jumlah Skor 1930
Jumlah Skor Mask. Ideal 2800
% Skor Tercapai 68,93

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 18
Jumlah siswa yang belum tuntas : 10
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3 Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar 68,93,18,00,64,28

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model belajar aktif diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,93 dan ketuntasan belajar mencapai 64,28% atau ada 18 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 64,28% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model belajar aktif.
2.Siklus II
a.Tahap perencanaan
Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung.


b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 September 2004 di Kelas IV dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga keslah atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:









Table 4.4. Nilai Tes II
No. Absen Nilai Keterampilan No. Absen Nilai Keterangan
T TT T TT
1 60 √ 15 70 √
2 70 √ 16 60 √
3 90 √ 17 90 √
4 80 √ 18 80 √
5 60 √ 19 90 √
6 80 √ 20 60 √
7 70 √ 21 80 √
8 80 √ 22 70 √
9 80 √ 23 80 √
10 70 √ 24 60 √
11 60 √ 25 70 √
12 80 √ 26 60 √
13 80 √ 27 70 √
14 70 √ 28 70 √
Jumlah 1030
11 3 Jumlah 1010
10 4
Jumlah Skor 2030
Jumlah Skor Mask. Ideal 2800
% Skor Tercapai 72,86

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 21
Jumlah siswa yang belum tuntas : 7
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
Hasil Siklus II
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
No
1 72,86
2 21,00
3 75,00
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 72,86 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajr siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan model belajar aktif.
3.Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan cara belajar aktif model penajaran terarah dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 September 2004 di Kelas ………….. dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang laig pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Table 4.6. Nilai Tes III
No. Absen Nilai Keterampilan No. Absen Nilai Keterangan
T TT T TT
1 80 √ 15 90 √
2 80 √ 16 80 √
3 90 √ 17 90 √
4 90 √ 18 80 √
5 90 √ 19 90 √
6 60 √ 20 90 √
7 90 √ 21 80 √
8 80 √ 22 90 √
9 90 √ 23 90 √
10 60 √ 24 60 √
11 90 √ 25 90 √
12 90 √ 26 90 √
13 90 √ 27 90 √
14 60 √ 28 80 √
Jumlah 1140
11 3 Jumlah 1190
13 1
Jumlah Skor 2330
Jumlah Skor Mask. Ideal 2800
% Skor Tercapai 83,21


Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 24
Jumlah siswa yang belum tuntas : 4
Klasikal : Tuntas
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
Uraian Hasil Siklus III
No Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
1 83,21
2 24,00
3 85,71

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,21 dan dari 28 siswa yang telah tuntas sebanyak 24 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85,1% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.


c.Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1.Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2.Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3.Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4.Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d.Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan belajar aktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C.Pembahasan
1.Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa cara belajar aktif model tugas/proyek memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 64,28%, 75,00%, dan 85,71%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2.Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3.Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Biologi pada pokok bahasan rangka manusia, fungsi, dan pemeliharaannya dengan model belajar aktif yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulan sebagai berikut :
1.Pembelajaran dengan tugas/proyek memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (71,11%), siklus II (80,00%) siklus III (88,64%).
2.Penerapan belajar dengan Tugas/proyek mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan model pembelajaran dengan menggunakan Tugas/proyek sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
B.Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar ilmu pengetahuan alam lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut :
1.Untuk melaksanakan model tugas/proyek memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bias diterapkan dengan model tugas/proyek dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2.Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dalam kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3.Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan ……. Tahun pelajaran 2003/2004
4.Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.











DAFTAR PUSTAKA


Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algesindo.

Arikunto, Suharsimi, 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunta, Suharsimi 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rineksa Cipta.

Azhar. Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta : Usaha Nasional.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research. Jilid I. Yogyakarta: YP. Fak Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes Surabaya ; Universitas Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara

Sardiman, AM. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, suatu Pendekatan Baru. Bandung Remaja Rosdakarya.

Usman. Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.






lmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan ilmu pengetahuan alam tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat ilmu pengetahuan alam.



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998:3).
Tujuan pendidikan nasional ini sangat luas dan bersifat umum sehingga perlu dijabarkan dalam Tujuan Institusional yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan sekolah yang kemudian dijabarkan lagi menjadi tujuan kurikuler yang merupakan tujuan kurikulum sekolah yang diperinci menurut bidang studi/mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran (Purwanto, 1988:2). Tujuan instruksional dijabarkan menjadi Tujuan Pembelajaran Umum dan kemudian dijabarkan lagi menjadi Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
Dalam mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus pada mata pelajaran Biologi di Sekolah Lanjutan, khususnya di …… masih banyak mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya nilai mata pelajaran Biologi, bertitik tolak dari hal tersebut di atas perlu pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan agar siswa dalam mempelajari konsep-konsep biologi tidak mengalami kesulitan, sehingga tujuan pembelajaran khusus yang dibuat oleh guru mata pelajaran biologi dapat tercapai dengan baik dan hasilnya dapat memuaskan semua pihak Oleh sebab itu penggunaan media pembelajaran dirasa sangat penting untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep biologi.
Media pelajaran jenisnya beragam yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, maka pemilihan media yang sesuai dengan topik atau pokok bahasan yang akan diajarkan harus betul-betul dipikirkan oleh guru yang akan menyampaikan materi pelajaran. Pada penilaian ini pokok bahasan jaringan tumbuhan sehingga media yang dianggap cocok untuk membantu siswa memahami konsep itu adalah media charta, model dan LKS. Pemilihan media charta dan model diharapkan dapat membantu memberikan gambaran tentang struktur jaringan tumbuhan yang tentunya sulit untuk dilihat secara langsung pada benda aslinya. Sedangkan penggunaan media LKS diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dalam proses belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya didominasi oleh guru, dengan demikian siswa akan terlibat secara fisik, emosional dan intelektual yang pada gilirannya diharapkan konsep jaringan tumbuhan yang diajarkan oleh guru dapat dipahami oleh siswa.
Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep-konsep Biologi Dengan Menggunakan Media Charta, Model dan LKS Pada Siswa Kelas ….. Tahun Pelajaran 2010 / 2011”.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pemanfaatan media berupa charta, model, dan LKS dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep biologi bagi siswa kelas ….

C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak diperoleh adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep-konsep biologi dengan menggunakan media charta, model dan LKS …

D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1.Bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep biologi dengan menggunakan media charta, model dan LKS.
2.Bagi guru dapat memberikan tambahan pengayaan cara mengajar dengan bantuan media charta sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
3.Bagi lembaga dapat dijadikan sebagai bahan masukan informasi tentang salah satu alternatif cara pembelajaran biologi pada siswa dengan pemanfaatan media pengajaran dalam mencapai tujuan instruksional.

E.Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1.Media pendidikan adalah:
Alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Hamalik (1994:11)
2.Motivasi belajar adalah:
Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3.Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.



E.Batasan Masalah
1.Media yang digunakan dalam penelitian ini charta, model, dan LKS
2.Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas …. tahun pelajaran 2010 / 2011
3.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2010 / 2011
4.Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan jaringan tumbuhan

Bintek SNP KTSP

Posted by Wahyudi On 14.11 0 komentar

Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. belajar untuk memahami dan menghayati,
3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.



DAFTAR ISI



Hal.

KATA PENGANTAR ................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................... ii
I.PENDAHULUAN ..................................................................1
A.Landasan .....................................................................2
B.Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ................
C.Pengertian ...................................................................
D.Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan..............
E.Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .............


II.KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN .................... 7
A.Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan ......................... 7
B.Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .......... 7
C.Kalender Pendidikan ........................................................

III.PENGEMBANGAN SILABUS ......................................................
A. Pengertian Silabus .........................................................
B. Prinsip Pengembangan Silabus ...............................................
C. Unit Waktu Silabus .........................................................
D. Pengembang Silabus .........................................................
E. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus .......................................
F. Contoh Model Silabus .......................................................
G. Pengembangan Silabus Berkelanjutan ....................................

IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ... 21
A.Analisis Konteks ............................................................
B. Mekanisme Penyusunan ......................................................




I. PENDAHULUAN


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.

Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.

Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. belajar untuk memahami dan menghayati,
3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
A. Landasan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.

3. Standar Isi
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006.

4. Standar Kompetensi Lulusan
SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.


B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.


C. Pengertian

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


E. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.

4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.

5. Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.

8. Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.


9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.

10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.

11. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.

12. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.



II. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN



A. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.


B. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4. Kelompok mata pelajaran estetika
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.

Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.

1. Mata pelajaran

Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.


2. Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.

3. Kegiatan Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Sedangkan untuk kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.

Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.

Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.


4. Pengaturan Beban Belajar

a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.

Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.

Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.

b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.

c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.

e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem satuan kredit semester (sks) mengikuti aturan sebagai berikut.
 Satu sks pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
 Satu sks pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri tidak terstruktur.


5. Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.

Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d. lulus Ujian Nasional.

7. Penjurusan

Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.

8. Pendidikan Kecakapan Hidup

a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.


9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

a. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b. Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.


C. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.



III. PENGEMBANGAN SILABUS



A. Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

B. Prinsip Pengembangan Silabus

1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran , sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai
Cakupan indikator, materi pembelajaran kegiatan pembelajaran , sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pembelajaran kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
C. Unit Waktu Silabus

1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

D. Pengembang Silabus

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya.
2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.
3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
4. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
5. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;
b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
a. potensi peserta didik;
b. relevansi dengan karakteristik daerah,
c. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
d. kebermanfaatan bagi peserta didik;
e. struktur keilmuan;
f. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
h. alokasi waktu.

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.


4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

Kata kerja operasional (KKO) Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak (bukan sebaliknya).

Kata kerja operasional pada KD benar-benar terwakili dan teruji akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja operasional indikator.

5. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan.

6. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

7. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

F. Contoh Model Silabus

Dalam menyusun silabus dapat memilih salah satu format yang ada di antara dua format di bawah.


Format 1

SILABUS

Nama Sekolah : SD ... Kediri, Jawa Timur
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas/semester : IV/2
Standar Kompetensi : 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
Kompetensi Dasar : 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
Alokasi Waktu : 12 x 35 Menit

Materi Pokok/ Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar
Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi • Mencari hubungan cara memproduksi “tahu” Kediri pada masyarakat masa lalu dan masa kini
• Membuat dan membaca diagram/grafik tentang proses memproduksi ”tahu” Kediri dari kekayaan alam yang tersedia
• Menganalisis bahan baku yang dapat diolah menjadi beberapa jenis ”tahu” Kediri • Membandingkan jenis-jenis teknologi untuk produksi yang digunakan oleh masyarakat pada masa lalu dan masa sekarang.
• Membuat diagram alur tentang proses produksi dari kekayaan alam yang tersedia



• Menganalisis bahan baku untuk produksi barang


Tes tertulis:
Uraian tetang Perkembangan teknologi produksi












4 x 35 menit • Gambar alat produksi ”tahu”
• Pabrik tahu
• Buku IPS kelas IV semester 2
• Majalah/ koran/ media elektronik

• Melakukan pengamatan alat-alat teknologi komunikasi yang digunakan masyarakat Kediri pada masa lalu dan masa kini
• Memberikan contoh/mende- monstrasikan cara-cara penggunaan alat teknologi komunikasi pada masa lalu dan masa kini • Membandingkan alat-alat teknologi komunikasi yang digunakan masyarakat pada masa lalu dan masa kini.


• Menunjukkan cara penggunaan alat teknologi komunikasi pada masa lalu dan masa sekarang.


Non tes:
Lembar pengamatan 3 x 35 menit • Gambar-gambar alat komunikasi
• Buku IPS kelas IV semester 2
• Majalah/ koran/media elektronik

• Memberikan contoh jenis-jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa kini
• Melakukan pengamatan jenis-jenis teknologi transportasi di Kediri pada masa lalu dan masa kini
• Mendiskusikan perbedaan jenis-jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa kini • Membandingkan jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa sekarang.
Tes tertulis:
Bentuk uraian tentang teknologi transportasi 5 x 35 menit • Gambar-gambar alat transportasi
• Buku IPS kelas IV semester 2
• Majalah/ koran/ media elektronik
• Lingkungan sekitar

• Bercerita tentang pengalaman mengguna kan teknologi transportasi
• Menceritakan pengalaman menggunakan teknologi transportasi


Catatan : Pengambilan karakteristik daerah Kediri pada kegiatan pembelajaran di atas hanya sebagai contoh. Sekolah pada daerah lain harus menyesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.


Format 2
SILABUS


Nama Sekolah : SMP ... Padang, Sumatera Barat
Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas/Semester : VII/1

I. Standar Kompetensi : 1. Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
II. Kompetensi Dasar : 1.1. Mendeskripsikan hakikat norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan, yang berlaku dalam masyarakat
III. Materi Pokok/Pembelajaran : Sikap positif terhadap norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku di masyarakat
IV. Kegiatan Pembelajaran :  Mencari informasi dari berbagai sumber tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau
 Mencari informasi dari berbagai sumber tentang kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau
 Mencari informasi dari berbagai sumber tentang adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau
 Mencari informasi dari berbagai sumber tentang peraturan yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau
 Mendiskusikan perbedaan macam-macam norma yang berlaku di masyarakat Minang Kabau
 Mencari informasi akibat dari tidak mematuhi norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dimasyarakat Minang Kabau
 Membuat laporan
V. Indikator :  Menjelaskan pengertian norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat
 Menjelaskan pengertian kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat
 Memberi contoh norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan, yang berlaku dalam masyarakat
 Menunjukkan sikap mematuhi norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dalam masyarakat
VI. Penilaian :  Tes tertulis dalam bentuk uraian
 Perilaku siswa dalam bentuk laporan
VII. Alokasi Waktu : 4 x 40 menit
VIII. Sumber Belajar :  Buku Teks PKn Kelas VII
 Perpustakaan
 Narasumber

G. Pengembangan Silabus Berkelanjutan

Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.

Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran),dan evaluasi rencana pelaksanaan pembelajaran.


IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN



A. Analisis Konteks

1. Mengidentifikasi SI dan SKL sebagai acuan dalam penyusunan KTSP.
2. Menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program.
3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar misalnya komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.

B. Mekanisme Penyusunan

1. Tim Penyusun

Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. di Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk SMA dan SMK.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

2. Kegiatan

Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.

3. Pemberlakuan

Dokumen KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan tingkat propinsi untuk SMA dan SMK

Dokumen KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah setelah mendapat pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.

Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.