tag:blogger.com,1999:blog-30632674263403026162024-02-20T19:01:19.612-08:00Education BookWahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-9417713890319810562010-04-14T17:06:00.000-07:002010-04-14T17:07:08.636-07:00Soal Biologi SMA<div class="fullpost">Biologi, Ilmu Fana dan flaura perlu dipelajari biar bisa memanfaatkan kehidupan yang sehat sebagai tentunya terfokus ilmu ini apa ngerti besuk jadi dokter, apoteker, laborator, atau lainnya dan bisa bantu teman yang membutuhkan. yang pelajari dulu<br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9451547/soal-uan-sma-biologi00-07.zip.html">Dowload di sini oke...</a><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-28438644402612902492010-04-14T16:19:00.000-07:002010-04-14T16:41:33.787-07:00Soal Kimia SMA<div class="fullpost">Kimia merupakan ilmu yang hakikinya sangat berpengaruh dalam putaran kehidupan bahkan alam biotik dan abiotik, bisa bermanfaat ataupun sebaliknya, tinggal tujuan para penggunanya.<br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9451418/soal-uan-sma-kimia00-07.zip.html">Download di sini ya!</a><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-89843253959017794592010-04-11T07:09:00.001-07:002010-04-11T07:51:20.927-07:00Soal Bahasa Inggris SMA<div class="fullpost">Ingat Bahasa Inggris bukan bahasa asing, oleh karena itu harus menguasai speak Inggris<br />menguasai komunikasi dg Bahasa Inggris berarti menguasai Ilmu dunia, bisa menaklukan<br />perkembangan dunia kalau dapat m,enerapkan.<br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9403461/soal-uan-sma-b.inggris00-07.zip.html">Download di sinilho!</a><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-31436027073043717562010-04-11T00:03:00.000-07:002010-04-11T00:24:18.621-07:00Soal Bahasa Indonesia SMA<div class="fullpost">Bahasa menunjukan kebudayaan dan kepribadian Bangsa, dinilai secara<br />tersirat merupakan faktor pemersatu atau sebliknya, Bagi Siswa pelajaran<br />ini sebagian besar dianggap mudah karena sebagai komunikasi sehari-hari<br />membosankan bila metode kurang kreatif. Siswa kurang bermorall kenyataannya<br />nilai ujian Bahasa tidak mencapai nilai 100.<br /><br /><br /><br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9398330/SoalBahasaIndonesia.zip.html">Download di Sini !</a><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-65470814397729799332010-04-10T23:50:00.000-07:002010-04-11T00:00:49.994-07:00Soal Matematika SMA<div class="fullpost">AQ Anak, hantu education mengdiskreditkan pada matematika<br />pandangan anak yg bodoh, padahal matematika mudah dihafal<br />rumusnya, hanya saja membutuhkan latihan yg tekun, cara<br />mengoperasikan angka dalam rumus harus perlu panduan. Siswa<br />banyak sekali ujian mendapat 100%<br /><br /><br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9397704/soalekonomi.zip.html">Download di Sini!</a><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-68421886658421457442010-04-10T23:21:00.000-07:002010-04-10T23:42:00.671-07:00Soal Ekonomi SMA<div class="fullpost">Kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa terletak pada perekonomian<br />Bangsa kita menghendaki bangsa yang Adil dan makmur, bagaimana bisa!<br />yang mendidik aja ekonominya serba paspasan sedangkan para pengatur<br />sebagian kecil berilmu pas mumpung<br /><br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9397704/soalekonomi.zip.html">Download di Sini</a><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-84818925150550803892010-04-10T22:19:00.000-07:002010-04-10T22:40:39.680-07:00Soal-Soal SMA<div class="fullpost"><br />Berlayar mengarungi cita-cita tanpa pegangan Ilmu dan Do'a<br />Ibarat buih tanpa arah, hanya mengikuti emosi gelombang<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><a href="http://www.ziddu.com/download/9397114/soal-uan-sma-tata-negara00-07.zip.html">Download Di sini</a><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-29065030420392764932010-04-06T12:11:00.000-07:002010-04-06T13:02:26.602-07:00Model Pengajaran kontekstual berbasis masalahOleh Purwahyudi, 2005. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A.Latar Belakang Masalah<br /> Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.<br /> Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen. <br /> Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.<br />Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan kontekkstual (contextual teaching learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas secara maksimal. Kelas yang ‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.<br /> Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.<br />Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud) <br /> Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.<br />Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evalasi.<br /> Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon manusia Indonesia.<br /> Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda.<br /> Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam , agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa. <br /> Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah Dalam Meningkatkan Prestasi Dan Pemahaman Pelajaran PAI Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati NgawiTahun Pelajaran 2005/2006.” <br /><br />B.Rumusan Masalah<br />Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:<br /> 1.Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PAI dengan diterapkannya metode <br /> belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 <br /> Karangjati Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006?<br /> 2.Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap<br /> motivasi belajar PAI pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati Ngawi Tahun <br /> Pelajaran 2005/2006?<br /><br />C.Tujuan Penelitian<br /> Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:<br /> 1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar PAI setelah diterapkannya metode <br /> belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 <br /> Karangjati Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006.<br /> 2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar PAI setelah diterapkan metode belajar<br /> aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati<br /> Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006.<br /><br />D.Manfaat Penelitan<br /> Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:<br /> 1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru PAI dalam <br /> meningkatkan pemahaman siswa belajar PAI.<br /> 2. Sumbangan pemikiran bagi guru PAI dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman <br /> siswa belajar PAI.<br />E.Definisi Operasional Variabel<br /> Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu <br /> didefinisikan hal-hal sebagai berikut:<br /> 1. Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:<br /> Suatu bentuk pembelajaran yang mengharuskan guru mengajukan satu atau <br /> beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siwa atau mengapatkan <br /> hipotesis atau simpulan mereka.<br /> 2. Motivasi belajar adalah:<br /> Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat <br /> melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi<br /> mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. <br /> 3. Prestasi belajar adalah:<br /> Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,<br /> setelah siswa mengikuti pelajaran.<br />F.Batasan Masalah<br /> Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:<br /> 1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati <br /> Ngawi Tahun Pelajaran 2005/2006.<br /> 2. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan September tahun <br /> pelajaran 2005/2006.<br /> 3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan Menerjemaah Bahasa Arab<br /> Dengan Menerapkan Model Pengajaran kontekstual berbasis masalah Pada Siswa <br /> Kelas XI SMA Negeri 1 Ngawi u Tahun Pelajaran 2005/2006<br /><div class="fullpost"><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-84828363631879461902010-04-05T08:02:00.001-07:002010-04-05T08:08:46.319-07:00Metode Moving Clas1. Bertukar Tempat<br /><br />URAIAN SINGKAT <br />Strategi ini memungkinkan siswa untuk lebih mengenal. berbagi pendapat dan membahas gagasan, nilai-nilai atau pemecahan masalah baru. Ini merupakan cara yang luar biasa bagus untuk meningkatkan keterbukaan-diri atau bertukar pendapat secara aktif.<br /><br /><div class="fullpost"><br />1. Bertukar Tempat<br /><br />URAIAN SINGKAT <br />Strategi ini memungkinkan siswa untuk lebih mengenal. berbagi pendapat dan membahas gagasan, nilai-nilai atau pemecahan masalah baru. Ini merupakan cara yang luar biasa bagus untuk meningkatkan keterbukaan-diri atau bertukar pendapat secara aktif.<br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-63695321428550308782010-03-01T20:02:00.000-08:002010-03-01T20:25:34.681-08:00STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL PENGAJARAN BERBASIS PROYEK/TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGISalah satu metode untuk membangkitkan apa yang siswa pelajari dalam satu semester proses belajar mengajar adalah metode pembelajaran bagaimana menjadikan belajar tidak terlupakan. Metode ini adalah untuk membantu siswa dalam mengingat materi pelajaran yang telah diterima selama ini. Selain itu metode ini diterapkan pada akhir semester proses belajar mengajar dengan tujuan untuk membantu siswa agar siap mengahadapi ujian semester atau ujian akhir.<br /><div class="fullpost"><br /><br />STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL PENGAJARAN BERBASIS PROYEK/TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI <br />PADA SISWA KELAS ………… NEGERI …………..<br />……………….<br />TAHUN 2003/2004<br /><br /><br /><br /><br />KARYA ILMIAH<br /><br /><br /><br /><br />OLEH<br />………………………………….<br />NIP : ……………….<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN …………………..<br />………………. NEGERI ………………….<br /><br />HALAMAN PENGESAHAN<br /><br />KARYA ILMIAH<br />BERJUDUL:<br /><br /><br />STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL PENGAJARAN BERBASIS PROYEK/TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI <br /> PADA SISWA KELAS ………… NEGERI …………..<br />………………. TAHUN 2003/2004<br /><br /><br /><br />OLEH<br />………………………………….<br />NIP : ……………….<br /><br /><br /><br />TELAH DISETUJUI<br /><br />Kepala Dinas Pendidikan Ketua PGRI<br />Kabupaten ………………. Kabupaten ……………….<br /><br /><br /><br />………………………………. ……………………………….<br />NIP. NIP.<br />KATA PENGANTAR<br /><br /> Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya.<br /> Karya ilmiah yang berjudul “Strategi Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Pada Siswa Kelas ….. Tahun 2003/2004” ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan profesi guru dari IV-b ke IV-c.<br /> Dalam penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:<br />1.Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten ….<br />2.Yth. Ketua PD II PGRI Kabupaten ……<br />3.Yth. Rekan-rekan Guru ….. Negeri ……<br />4.Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai<br />Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penelitian ini dan demi penelitian yang akan datang.<br /><br /><br />…….., Oktober 2003<br /><br /><br />Peneliti<br /> <br />ABSTRAK<br /><br />…., 2005. Strategi Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Pada Siswa Kelas …… Tahun Pelajaran 2005/2006<br /><br />Kata Kunci: Biologi , metode belajar aktif model tugas/proyek <br /><br />Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang.<br />Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Biologi dengan diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model tugas/proyek terhadap motivasi belajar?<br />Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar Biologi setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah.(b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar Biologi setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah.<br />Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalh siswa kelas ……………………………... Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.<br />Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II (77,78%), siklus III (88,89%).<br />Simpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model tugas/proyek dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ……………………………….., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran Biologi .<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br />Halaman<br />Halaman Judul <br />Halaman Pengesahan <br />Kata Pengantar <br />Abstrak <br />Daftar Isi <br />BAB I PENDAHULUAN <br />A.Latar Belakang Masalah <br />B.Rumusan Masalah <br />C.Tujuan Penelitian <br />D.Manfaat Penelitian <br />E.Penjelasan Istilah <br />F.Batasan Masalah <br />BAB II TINJAUAN PUSTAKA <br />A.Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar <br />B.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar <br />C.Hakikat IPA atau Sains <br />D.Proses Belajar Mengajar Biologi <br />E.Prestasi Belajar Biologi <br />F.Gaya Belajar <br />G.Sisi Sosial Proses Belajar <br />H.Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas <br />BAB III METODOLOGI PENELITIAN <br />A.Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian <br />B.Rancangan Penelitian <br />C.Instrumen Penelitian <br />D.Metode Pengumpulan Data <br />E.Teknik Analisis Data <br />BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN <br />A.Analisis Item Butir Soal <br />B.Analisis Data Penelitian Persiklus <br />C.Pembahasan <br />BAB V SIMPULAN DAN SARAN <br />A.Simpulan <br />B.Saran-saran <br />DAFTAR PUSTAKA <br /> <br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />A.Latar Belakang<br />Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman.<br />Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, erta pengembangan paradigma baru dengan metodologi pengajaran.<br />Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.<br />Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud) <br />Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.<br />Salah satu metode untuk membangkitkan apa yang siswa pelajari dalam satu semester proses belajar mengajar adalah metode pembelajaran bagaimana menjadikan belajar tidak terlupakan. Metode ini adalah untuk membantu siswa dalam mengingat materi pelajaran yang telah diterima selama ini. Selain itu metode ini diterapkan pada akhir semester proses belajar mengajar dengan tujuan untuk membantu siswa agar siap mengahadapi ujian semester atau ujian akhir.<br />Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul “Strategi Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Pada Siswa Kelas …………………………………………..<br /><br /><br /><br />B. Rumusan Masalah<br />Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:<br />1.Seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas ……………………………….?<br />2.Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam meningkatkan motivasi belajar sains pada siswa Kelas ……………………………………..?<br /><br />C.Tujuan Penelitian<br />Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:<br />1.Ingin mengetahui seberapa jauh peningkatan prestasi belajar Sains setelah diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas …………………………………………..<br />2.Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam meningkatkan prestasi dan motivasi belajar terhadap materi pelajaran Sains setelah diterapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas pada siswa Kelas ………………………………..<br /><br /><br />D.Kegunaan Penelitian<br />Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:<br />1.Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan proses belajar-mengajar Sains.<br />2.Meningkatkan pestasi prestasi dan motivasi pada pelajaran Sains <br />3.Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi Sains.<br /><br />E.Penjelasan Istilah <br />Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:<br />1.Metode kooperatif adalah:<br />Suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama<br />2.Motivasi belajar adalah:<br />Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. <br />3.Prestasi belajar adalah:<br />Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran ………..<br /><br />F.Batasan Masalah<br />Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:<br />1.Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas ……………………………….tahun pelajaran 2003/2004.<br />2.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun palajaran 2003/2004.<br />3.Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan…………………..<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />KAJIAN PUSTAKA<br /><br />A.Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar<br />1.Pengertian Belajar<br />Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.<br />Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.<br />2.Pengertian Prestasi Belajar<br />Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.<br />Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu. <br />3.Pedoman Cara Belajar<br />Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.<br />Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.<br /><br />B.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar<br />1.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar<br /> Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:<br />a.Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu. <br />Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.<br />b.Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial<br />Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.<br />Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks. Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas. Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau hasil belajar yang baik.<br />Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.<br /><br />C.Hakikat IPA atau Sains<br />IPA atau sains didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA atau Sains.<br />Secara rinci hakikat IPA atau Sains menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:<br />1.Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA atau Sains selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.<br />2.Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA atau Sains secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.<br />3.Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA atau Sains bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.<br />4.Progresif dan komunikatif; artinya IPA atau Sains itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya.<br />Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.<br />5.Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum. <br />Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA atau Sains merupakan<br />bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).<br /><br />D.Proses Belajar Mengajar Biologi <br />Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 200: 5).<br />Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).<br />Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.<br />Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).<br />Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).<br />Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar Biologi meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran Biologi.<br /><br />E.Prestasi Belajar Biologi <br />Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.<br />Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.<br />Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi belajar Biologi adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar materi Biologi.<br /><br />F.Gaya Belajar <br />Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan. <br />Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.<br />Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”<br />Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.<br /><br />G.Sisi Sosial Proses Belajar<br />Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).<br />Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang.<br />Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).<br />Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner mengurusi perkembangan metode belajar kolaboratif yang sedemikian popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada hubungan-hubungan lebih lanjut.<br />Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama lain.<br /><br />H.Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas <br />Pengajaran berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa disain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermana lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata (Buck Institue for Eduction, 2001).<br />Siswa diberikan tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secekupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas mereka (bukan diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas kompleks yang padu suatu diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut). Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas seperti proyek, simulasi, penyelidikan masyarakat, menulis untuk disajikan kepada forum pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik lainnya. Istilah situated learning (Prawat, 1992) digunakan untuk menggambarkan pembelajaran yang terjadi di dalam kehidupan nyata, tugas-tugas outentik/asli yang sebenarnya.<br />Tidak memandang apakah suatu tugas harus dikerjaklan sebagai pekerjaan kelas atau sebagai pekerjaan rumah, empat prinsip berikut ini akan membantu siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif. <br />1.Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang<br />Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu rutin.<br />Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada dalam tugas selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna.<br />Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai contoh guru dapat menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya. Sementar petunjuk-petunjuk tentang “apa yang dilakukan” adalah penting guru tidak menyertakan penjelasan tentang “mengapa” sesuatu harus dikerjakan dan proses-proses pembelajaran yang terlibat. Sebelum memberikan suatu tugas, guru hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu secara seksama dan kemudian menyediakan waktu cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa.<br />2.Menganekaragamkan Tugas-tugas <br />Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari. <br />3.Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan<br />Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.<br />4.Memonitor Kemajuan Siswa<br />Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka dan proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami tugas tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok-kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan waktu, hendaknya guru mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan kepda mereka dengan umpan balik.<br /> <br />BAB III<br />METODE PENELITIAN<br /><br /> A.Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian<br />1.Tempat Penelitian <br />Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ………………………………………………<br />2. Waktu Penelitian<br />Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester gasal 2004/2005.<br /><br />3. Subyek Penelitian<br />Subyek penelitian adalah siswa-siswi ………………………………………………. pada pokok bahasan rangka manusia, fungsi, dan pemeliharaannya.<br /><br />B. Rancangan Penelitian<br />Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. <br />Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. <br />Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2003: 3).<br />Sedangkah menurut Mukhlis (2003: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.<br />Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2003: 5).<br />Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Penjelasan alur di atas adalah:<br />1.Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.<br />2.Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model kooperatif tugas/proyek<br />3.Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.<br />4.Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.<br /> Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.<br /><br />C.Instrumen Penelitian<br />Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:<br />1.Silabus<br />Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. <br />2.Rencana Pelajaran (RP)<br />Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.<br />3.Lembar Kegiatan Siswa<br />Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.<br />4.Tes formatif<br />Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Biologi pada pokok bahasan ……………... Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:<br />a.Validitas Tes<br />Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment: <br /> (Suharsimi Arikunto, 2001: 72)<br />Dengan: rxy : koefisien korelasi product moment<br />N : jumlah peserta tes<br />ΣY : jumlah skor total <br />ΣX : jumlah skor butir soal<br />ΣX2 : jumlah kuadrat skor butir soal<br />ΣXY : jumlah hasil kali skor butir soal<br />b. Reliabilitas <br />Relaiabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut:<br /> (Suharsimi Arikunto, 20001: 93)<br />Dengan: r11 : koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan<br />r1/21/2 : korelasi antara skor-skor setiap belahan tes<br />Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dariperhitung lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliable.<br />c.Taraf Kesukaran <br />Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah:<br /> (Suharsimi Arikunto, 2001: 208)<br />Dengan: P : Indeks kesukaran<br />B : banyak siswa yang menjawab soal dengan benar<br />Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes<br /> Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran sola adalah sebagai berikut:<br />-Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar<br />-Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang<br />-Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah<br />d.Daya Pembeda<br />Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:<br /> (Suharsimi Arikunto, 2001: 211)<br />Dimana:<br />D : Indeks diskriminasi<br />BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar<br />BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar<br />JA : Jumlah peserta kelompok atas<br />JB : Jumlah peserta kelompok bawah<br /> proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.<br /> proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar<br />Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:<br />-Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek<br />-Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup<br />-Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik<br />-Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik<br /><br />D.Metode Pengumpulan Data<br />Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.<br /><br />E.Teknik Analisis Data<br />Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.<br />Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.<br />Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:<br /><br /><br />1.Untuk menilai ulangan atau tes formatif <br />Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:<br /> <br />Dengan : = Nilai rata-rata<br /> Σ X = Jumlah semua nilai siswa<br /> Σ N = Jumlah siswa<br />2. Untuk ketuntasan belajar<br />Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:<br /> <br /><br /> <br /><br />BAB IV<br />HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN<br /><br /> Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar aktif dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.<br /> Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.<br /> Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan belajar aktif yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model belajar aktif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.<br /> Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.<br /><br />A.Analisis Item Butir Soal<br />Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi:<br />1.Validitas <br />Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 46 soal diperoleh 15 soal tidak valid dan 31 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.<br />Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa<br />Soal Tidak Valid Soal Valid<br />5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 25, 27, 28, 29, 30,36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, <br /><br />2.Reliabilitas <br />Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 854. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 28) dengan r (95%) = 0,374. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas. <br />3.Taraf Kesukaran (P)<br />Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 45 soal yang diuji terdapat: <br />-21 soal mudah<br />-14 soal sedang<br />-10 soal sukar<br />4.Daya Pembeda<br />Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.<br />Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria jelek sebanyak 15 soal, berkriteria cukup 21 soal, berkriteria baik 9 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.<br /><br />B.Analisis Data Penelitian Persiklus<br />1.Siklus I<br />a.Tahap Perencanaan<br />Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. <br />b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan <br />Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 5 September 2004 di Kelas ………. dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. <br />Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:<br />Table 4.2. Nilai Tes I<br />No. Absen Nilai Keterampilan No. Absen Nilai Keterangan<br /> T TT T TT<br />1 60 √ 15 70 √ <br />2 70 √ 16 80 √ <br />3 70 √ 17 60 √<br />4 70 √ 18 70 √ <br />5 80 √ 19 80 √ <br />6 70 √ 20 60 √<br />7 80 √ 21 70 √ <br />8 70 √ 22 60 √<br />9 60 √ 23 80 √ <br />10 60 √ 24 60 √<br />11 60 √ 25 60 √<br />12 70 √ 26 80 √ <br />13 70 √ 27 70 √ <br />14 80 √ 28 60 √<br />Jumlah 970<br />10 4 Jumlah 960<br />8 6<br />Jumlah Skor 1930<br />Jumlah Skor Mask. Ideal 2800 <br />% Skor Tercapai 68,93<br /><br />Keterangan: T : Tuntas <br />TT : Tidak Tuntas<br />Jumlah siswa yang tuntas : 18 <br />Jumlah siswa yang belum tuntas : 10<br />Klasikal : Belum tuntas <br />Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I<br />No Uraian Hasil Siklus I<br />1<br />2<br />3 Nilai rata-rata tes formatif<br />Jumlah siswa yang tuntas belajar<br />Persentase ketuntasan belajar 68,93,18,00,64,28<br /><br /> Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model belajar aktif diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,93 dan ketuntasan belajar mencapai 64,28% atau ada 18 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 64,28% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model belajar aktif.<br />2.Siklus II<br />a.Tahap perencanaan <br />Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. <br /><br /><br />b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan <br />Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 September 2004 di Kelas IV dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga keslah atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. <br />Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Table 4.4. Nilai Tes II<br />No. Absen Nilai Keterampilan No. Absen Nilai Keterangan<br /> T TT T TT<br />1 60 √ 15 70 √ <br />2 70 √ 16 60 √<br />3 90 √ 17 90 √ <br />4 80 √ 18 80 √ <br />5 60 √ 19 90 √ <br />6 80 √ 20 60 √<br />7 70 √ 21 80 √ <br />8 80 √ 22 70 √ <br />9 80 √ 23 80 √ <br />10 70 √ 24 60 √<br />11 60 √ 25 70 √ <br />12 80 √ 26 60 √<br />13 80 √ 27 70 √ <br />14 70 √ 28 70 √ <br />Jumlah 1030<br />11 3 Jumlah 1010<br />10 4<br />Jumlah Skor 2030<br />Jumlah Skor Mask. Ideal 2800 <br />% Skor Tercapai 72,86<br /><br />Keterangan: T : Tuntas <br />TT : Tidak Tuntas<br />Jumlah siswa yang tuntas : 21<br />Jumlah siswa yang belum tuntas : 7<br />Klasikal : Belum tuntas<br />Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II<br />Hasil Siklus II<br />Nilai rata-rata tes formatif<br />Jumlah siswa yang tuntas belajar<br />Persentase ketuntasan belajar<br />No <br />1 72,86<br />2 21,00<br />3 75,00 <br /> Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 72,86 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajr siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan model belajar aktif.<br />3.Siklus III<br />a. Tahap Perencanaan<br />Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan cara belajar aktif model penajaran terarah dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.<br />b. Tahap kegiatan dan pengamatan<br />Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 September 2004 di Kelas ………….. dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang laig pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. <br />Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:<br />Table 4.6. Nilai Tes III<br />No. Absen Nilai Keterampilan No. Absen Nilai Keterangan<br /> T TT T TT<br />1 80 √ 15 90 √ <br />2 80 √ 16 80 √ <br />3 90 √ 17 90 √ <br />4 90 √ 18 80 √ <br />5 90 √ 19 90 √ <br />6 60 √ 20 90 √ <br />7 90 √ 21 80 √ <br />8 80 √ 22 90 √ <br />9 90 √ 23 90 √ <br />10 60 √ 24 60 √<br />11 90 √ 25 90 √ <br />12 90 √ 26 90 √ <br />13 90 √ 27 90 √ <br />14 60 √ 28 80 √ <br />Jumlah 1140<br />11 3 Jumlah 1190<br />13 1<br />Jumlah Skor 2330<br />Jumlah Skor Mask. Ideal 2800 <br />% Skor Tercapai 83,21<br /><br /><br />Keterangan: T : Tuntas <br />TT : Tidak Tuntas<br />Jumlah siswa yang tuntas : 24<br />Jumlah siswa yang belum tuntas : 4<br />Klasikal : Tuntas<br />Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III<br />Uraian Hasil Siklus III<br />No Nilai rata-rata tes formatif<br />Jumlah siswa yang tuntas belajar<br />Persentase ketuntasan belajar<br />1 83,21<br />2 24,00<br />3 85,71 <br /><br /> Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,21 dan dari 28 siswa yang telah tuntas sebanyak 24 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85,1% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.<br /><br /><br />c.Refleksi<br />Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: <br />1.Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.<br />2.Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.<br />3.Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.<br />4.Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.<br />d.Revisi Pelaksanaan <br />Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan belajar aktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.<br /><br />C.Pembahasan<br />1.Ketuntasan Hasil belajar Siswa<br />Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa cara belajar aktif model tugas/proyek memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 64,28%, 75,00%, dan 85,71%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.<br />2.Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran <br />Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.<br />3.Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran <br />Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Biologi pada pokok bahasan rangka manusia, fungsi, dan pemeliharaannya dengan model belajar aktif yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.<br />Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.<br /><br /> <br /> BAB V<br />SIMPULAN DAN SARAN<br /><br />A.Simpulan <br />Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulan sebagai berikut : <br />1.Pembelajaran dengan tugas/proyek memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (71,11%), siklus II (80,00%) siklus III (88,64%). <br />2.Penerapan belajar dengan Tugas/proyek mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan model pembelajaran dengan menggunakan Tugas/proyek sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. <br />B.Saran <br />Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar ilmu pengetahuan alam lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut :<br />1.Untuk melaksanakan model tugas/proyek memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bias diterapkan dengan model tugas/proyek dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. <br />2.Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dalam kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. <br />3.Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan ……. Tahun pelajaran 2003/2004<br />4.Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik. <br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algesindo.<br /><br />Arikunto, Suharsimi, 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. <br /><br />Arikunto, Suharsimi, 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.<br /><br />Arikunta, Suharsimi 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rineksa Cipta.<br /><br />Azhar. Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta : Usaha Nasional. <br /><br />Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineksa Cipta. <br /><br />Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta. <br /><br />Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research. Jilid I. Yogyakarta: YP. Fak Psikologi UGM. <br /><br />Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. <br /><br />Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. <br /><br />Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes Surabaya ; Universitas Press. <br /><br />Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.<br /><br />Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. <br /><br />Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara<br /><br />Sardiman, AM. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.<br /><br />Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. <br />Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. <br /><br />Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, suatu Pendekatan Baru. Bandung Remaja Rosdakarya. <br /><br />Usman. Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-36674696087095678492010-03-01T19:09:00.000-08:002010-03-01T19:47:17.045-08:00PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP BIOLOGIlmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan ilmu pengetahuan alam tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat ilmu pengetahuan alam.<br /><div class="fullpost"><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A.Latar Belakang Masalah<br /> Tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998:3).<br /> Tujuan pendidikan nasional ini sangat luas dan bersifat umum sehingga perlu dijabarkan dalam Tujuan Institusional yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan sekolah yang kemudian dijabarkan lagi menjadi tujuan kurikuler yang merupakan tujuan kurikulum sekolah yang diperinci menurut bidang studi/mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran (Purwanto, 1988:2). Tujuan instruksional dijabarkan menjadi Tujuan Pembelajaran Umum dan kemudian dijabarkan lagi menjadi Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).<br /> Dalam mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus pada mata pelajaran Biologi di Sekolah Lanjutan, khususnya di …… masih banyak mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya nilai mata pelajaran Biologi, bertitik tolak dari hal tersebut di atas perlu pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan agar siswa dalam mempelajari konsep-konsep biologi tidak mengalami kesulitan, sehingga tujuan pembelajaran khusus yang dibuat oleh guru mata pelajaran biologi dapat tercapai dengan baik dan hasilnya dapat memuaskan semua pihak Oleh sebab itu penggunaan media pembelajaran dirasa sangat penting untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep biologi.<br /> Media pelajaran jenisnya beragam yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, maka pemilihan media yang sesuai dengan topik atau pokok bahasan yang akan diajarkan harus betul-betul dipikirkan oleh guru yang akan menyampaikan materi pelajaran. Pada penilaian ini pokok bahasan jaringan tumbuhan sehingga media yang dianggap cocok untuk membantu siswa memahami konsep itu adalah media charta, model dan LKS. Pemilihan media charta dan model diharapkan dapat membantu memberikan gambaran tentang struktur jaringan tumbuhan yang tentunya sulit untuk dilihat secara langsung pada benda aslinya. Sedangkan penggunaan media LKS diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dalam proses belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya didominasi oleh guru, dengan demikian siswa akan terlibat secara fisik, emosional dan intelektual yang pada gilirannya diharapkan konsep jaringan tumbuhan yang diajarkan oleh guru dapat dipahami oleh siswa.<br /> Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep-konsep Biologi Dengan Menggunakan Media Charta, Model dan LKS Pada Siswa Kelas ….. Tahun Pelajaran 2010 / 2011”.<br /><br />B.Rumusan Masalah<br /> Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pemanfaatan media berupa charta, model, dan LKS dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep biologi bagi siswa kelas ….<br /><br />C.Tujuan Penelitian<br /> Tujuan penelitian yang hendak diperoleh adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep-konsep biologi dengan menggunakan media charta, model dan LKS …<br /><br />D.Manfaat Penelitian<br /> Penelitian ini diharapkan bermanfaat:<br />1.Bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep biologi dengan menggunakan media charta, model dan LKS.<br />2.Bagi guru dapat memberikan tambahan pengayaan cara mengajar dengan bantuan media charta sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.<br />3.Bagi lembaga dapat dijadikan sebagai bahan masukan informasi tentang salah satu alternatif cara pembelajaran biologi pada siswa dengan pemanfaatan media pengajaran dalam mencapai tujuan instruksional.<br /><br />E.Definisi Operasional Variabel<br /> Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:<br />1.Media pendidikan adalah:<br />Alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Hamalik (1994:11)<br />2.Motivasi belajar adalah:<br />Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.<br />3.Prestasi belajar adalah:<br />Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.<br /><br /><br /><br />E.Batasan Masalah<br />1.Media yang digunakan dalam penelitian ini charta, model, dan LKS<br />2.Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas …. tahun pelajaran 2010 / 2011<br />3.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2010 / 2011<br />4.Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan jaringan tumbuhan<br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-42888058277532362872010-03-01T14:11:00.000-08:002010-03-01T14:34:05.413-08:00Bintek SNP KTSPPanduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :<br />1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,<br />2. belajar untuk memahami dan menghayati,<br />3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,<br />4. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan <br />5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.<br /><br /><div class="fullpost"><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br /><br /><br />Hal.<br /><br />KATA PENGANTAR ................................................................ i<br />DAFTAR ISI ........................................................................... ii<br />I.PENDAHULUAN ..................................................................1<br />A.Landasan .....................................................................2<br />B.Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ................<br />C.Pengertian ...................................................................<br />D.Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan..............<br />E.Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .............<br /> <br /><br />II.KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN .................... 7<br />A.Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan ......................... 7<br />B.Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .......... 7<br />C.Kalender Pendidikan ........................................................<br /><br />III.PENGEMBANGAN SILABUS ...................................................... <br />A. Pengertian Silabus .........................................................<br />B. Prinsip Pengembangan Silabus ............................................... <br />C. Unit Waktu Silabus .........................................................<br />D. Pengembang Silabus ......................................................... <br />E. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus ....................................... <br />F. Contoh Model Silabus ....................................................... <br />G. Pengembangan Silabus Berkelanjutan ....................................<br /><br />IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN ... 21<br />A.Analisis Konteks ............................................................<br />B. Mekanisme Penyusunan ......................................................<br /> <br /><br /><br /> <br />I. PENDAHULUAN<br /><br /><br />Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. <br /><br />Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.<br /><br />Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.<br /><br />Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi. <br /><br />Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :<br />1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,<br />2. belajar untuk memahami dan menghayati,<br />3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,<br />4. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan <br />5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.<br />A. Landasan <br /><br />1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.<br />Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).<br /><br />2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.<br />Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.<br /><br />3. Standar Isi<br />Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006.<br /><br />4. Standar Kompetensi Lulusan<br />SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.<br /><br /><br />B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br /><br />Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. <br /><br /><br />C. Pengertian <br /><br />Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.<br /><br />KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.<br /><br />Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. <br /><br />D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br /><br />KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. <br /><br />KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:<br /><br />1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.<br />Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.<br /><br />2. Beragam dan terpadu<br />Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi. <br /> <br />3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni<br />Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.<br />4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan<br />Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.<br /><br />5. Menyeluruh dan berkesinambungan<br />Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. <br /><br />6. Belajar sepanjang hayat<br />Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.<br /><br />7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah <br />Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). <br /><br /><br />E. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan <br /><br />KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.<br /><br />1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia <br />Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.<br /><br />2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik<br />Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.<br /><br />3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan<br />Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah. <br /><br />4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional<br />Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi. <br /><br />5. Tuntutan dunia kerja<br />Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.<br /><br />6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni<br />Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. <br /><br />7. Agama<br />Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia. <br /><br />8. Dinamika perkembangan global <br />Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.<br /><br /> <br />9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan<br />Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.<br /><br />10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat<br />Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain. <br /><br />11. Kesetaraan Jender<br />Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.<br /><br />12. Karakteristik satuan pendidikan<br />Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan. <br /><br /><br /> <br />II. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br /><br /><br /><br />A. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan<br /><br />Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut. <br />1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.<br />2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.<br />3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.<br /><br /><br />B. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br /><br />Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.<br />1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia <br />2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian <br />3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi <br />4. Kelompok mata pelajaran estetika<br />5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan<br /><br />Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.<br /><br />Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.<br /><br />1. Mata pelajaran<br /><br />Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.<br /><br /> <br />2. Muatan Lokal<br /><br />Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.<br /><br />3. Kegiatan Pengembangan Diri<br /><br />Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Sedangkan untuk kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja. <br /><br />Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. <br /><br />Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.<br /><br />Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran. <br /><br /> <br />4. Pengaturan Beban Belajar <br /><br />a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.<br /><br />Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.<br /><br />Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.<br /><br />b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.<br /><br />c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi. <br /><br />d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka. <br /><br />e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem satuan kredit semester (sks) mengikuti aturan sebagai berikut.<br /> Satu sks pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. <br /> Satu sks pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri tidak terstruktur. <br /><br /> <br />5. Ketuntasan Belajar<br /><br />Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.<br /><br />6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan<br /><br />Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.<br /><br />Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:<br />a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;<br />b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;<br />c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan<br />d. lulus Ujian Nasional. <br /><br />7. Penjurusan<br /><br />Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.<br /><br />8. Pendidikan Kecakapan Hidup <br /><br />a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.<br />b. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus. <br />c. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.<br /><br /> <br />9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global<br /><br />a. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.<br />b. Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.<br />c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal. <br />d. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.<br /><br /><br />C. Kalender Pendidikan<br /><br />Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi. <br /><br /><br /> <br />III. PENGEMBANGAN SILABUS<br /><br /><br /><br />A. Pengertian Silabus<br /><br />Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. <br /><br />B. Prinsip Pengembangan Silabus<br /><br />1. Ilmiah<br />Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. <br /><br />2. Relevan <br />Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. <br /><br />3. Sistematis <br />Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.<br /><br />4. Konsisten <br />Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran , sumber belajar, dan sistem penilaian.<br /><br />5. Memadai <br />Cakupan indikator, materi pembelajaran kegiatan pembelajaran , sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.<br /><br />6. Aktual dan Kontekstual<br />Cakupan indikator, materi pembelajaran kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. <br /><br />7. Fleksibel<br />Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.<br /><br />8. Menyeluruh <br />Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor). <br />C. Unit Waktu Silabus<br /><br />1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. <br />2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.<br />3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.<br /><br />D. Pengembang Silabus<br /><br />Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.<br /><br />1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya. <br />2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut. <br />3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.<br />4. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.<br />5. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.<br /><br />E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus<br /><br />1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar<br /><br />Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut: <br /> <br />a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI; <br />b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;<br />c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran. <br /><br />2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran <br /><br />Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:<br />a. potensi peserta didik;<br />b. relevansi dengan karakteristik daerah,<br />c. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;<br />d. kebermanfaatan bagi peserta didik;<br />e. struktur keilmuan;<br />f. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;<br />g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan<br />h. alokasi waktu. <br /><br />3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran<br /><br />Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. <br /><br />Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.<br />a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.<br />b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. <br />c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran. <br />d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi. <br /><br /> <br />4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi<br /><br />Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. <br /><br />Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. <br /><br />Kata kerja operasional (KKO) Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak (bukan sebaliknya).<br /><br />Kata kerja operasional pada KD benar-benar terwakili dan teruji akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja operasional indikator.<br /><br />5. Penentuan Jenis Penilaian<br /><br />Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.<br /><br />Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.<br /><br />Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.<br />a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. <br />b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.<br />c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.<br />d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. <br />e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan. <br /><br />6. Menentukan Alokasi Waktu<br /><br />Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. <br /><br />7. Menentukan Sumber Belajar<br /><br />Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. <br /><br />Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. <br /><br />F. Contoh Model Silabus<br /><br />Dalam menyusun silabus dapat memilih salah satu format yang ada di antara dua format di bawah. <br /><br /> <br />Format 1 <br /><br />SILABUS<br /><br />Nama Sekolah : SD ... Kediri, Jawa Timur<br />Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial<br />Kelas/semester : IV/2<br />Standar Kompetensi : 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi<br />Kompetensi Dasar : 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya<br />Alokasi Waktu : 12 x 35 Menit<br /><br />Materi Pokok/ Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar<br />Perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi • Mencari hubungan cara memproduksi “tahu” Kediri pada masyarakat masa lalu dan masa kini<br />• Membuat dan membaca diagram/grafik tentang proses memproduksi ”tahu” Kediri dari kekayaan alam yang tersedia<br />• Menganalisis bahan baku yang dapat diolah menjadi beberapa jenis ”tahu” Kediri • Membandingkan jenis-jenis teknologi untuk produksi yang digunakan oleh masyarakat pada masa lalu dan masa sekarang.<br />• Membuat diagram alur tentang proses produksi dari kekayaan alam yang tersedia<br /><br /><br /><br />• Menganalisis bahan baku untuk produksi barang<br /><br /><br /> Tes tertulis:<br />Uraian tetang Perkembangan teknologi produksi <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> 4 x 35 menit • Gambar alat produksi ”tahu”<br />• Pabrik tahu<br />• Buku IPS kelas IV semester 2<br />• Majalah/ koran/ media elektronik<br /><br /> • Melakukan pengamatan alat-alat teknologi komunikasi yang digunakan masyarakat Kediri pada masa lalu dan masa kini<br />• Memberikan contoh/mende- monstrasikan cara-cara penggunaan alat teknologi komunikasi pada masa lalu dan masa kini • Membandingkan alat-alat teknologi komunikasi yang digunakan masyarakat pada masa lalu dan masa kini.<br /><br /><br />• Menunjukkan cara penggunaan alat teknologi komunikasi pada masa lalu dan masa sekarang.<br /><br /><br /> Non tes:<br />Lembar pengamatan 3 x 35 menit • Gambar-gambar alat komunikasi<br />• Buku IPS kelas IV semester 2<br />• Majalah/ koran/media elektronik<br /><br /> • Memberikan contoh jenis-jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa kini<br />• Melakukan pengamatan jenis-jenis teknologi transportasi di Kediri pada masa lalu dan masa kini <br />• Mendiskusikan perbedaan jenis-jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa kini • Membandingkan jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa sekarang.<br /> Tes tertulis:<br />Bentuk uraian tentang teknologi transportasi 5 x 35 menit • Gambar-gambar alat transportasi<br />• Buku IPS kelas IV semester 2<br />• Majalah/ koran/ media elektronik<br />• Lingkungan sekitar<br /><br /> • Bercerita tentang pengalaman mengguna kan teknologi transportasi<br /> • Menceritakan pengalaman menggunakan teknologi transportasi<br /> <br /><br />Catatan : Pengambilan karakteristik daerah Kediri pada kegiatan pembelajaran di atas hanya sebagai contoh. Sekolah pada daerah lain harus menyesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.<br /><br /> <br />Format 2<br />SILABUS<br /><br /><br />Nama Sekolah : SMP ... Padang, Sumatera Barat<br />Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan<br />Kelas/Semester : VII/1<br /><br />I. Standar Kompetensi : 1. Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.<br />II. Kompetensi Dasar : 1.1. Mendeskripsikan hakikat norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan, yang berlaku dalam masyarakat<br />III. Materi Pokok/Pembelajaran : Sikap positif terhadap norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku di masyarakat<br />IV. Kegiatan Pembelajaran : Mencari informasi dari berbagai sumber tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau<br /> Mencari informasi dari berbagai sumber tentang kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau<br /> Mencari informasi dari berbagai sumber tentang adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau<br /> Mencari informasi dari berbagai sumber tentang peraturan yang berlaku dalam masyarakat Minang Kabau<br /> Mendiskusikan perbedaan macam-macam norma yang berlaku di masyarakat Minang Kabau<br /> Mencari informasi akibat dari tidak mematuhi norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dimasyarakat Minang Kabau<br /> Membuat laporan<br />V. Indikator : Menjelaskan pengertian norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat<br /> Menjelaskan pengertian kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat<br /> Memberi contoh norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan, yang berlaku dalam masyarakat<br /> Menunjukkan sikap mematuhi norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dalam masyarakat<br />VI. Penilaian : Tes tertulis dalam bentuk uraian<br /> Perilaku siswa dalam bentuk laporan<br />VII. Alokasi Waktu : 4 x 40 menit<br />VIII. Sumber Belajar : Buku Teks PKn Kelas VII<br /> Perpustakaan <br /> Narasumber<br /> <br />G. Pengembangan Silabus Berkelanjutan<br /><br />Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. <br /><br />Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran),dan evaluasi rencana pelaksanaan pembelajaran. <br /><br /> <br />IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN <br />KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br /><br /><br /><br />A. Analisis Konteks<br /><br />1. Mengidentifikasi SI dan SKL sebagai acuan dalam penyusunan KTSP.<br />2. Menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program.<br />3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar misalnya komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya. <br /><br />B. Mekanisme Penyusunan <br /><br />1. Tim Penyusun<br /><br />Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. di Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk SMA dan SMK. <br /><br />Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama. <br /><br />Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Di dalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. <br /><br />2. Kegiatan<br /><br />Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru. <br />Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun. <br /><br />3. Pemberlakuan<br /><br />Dokumen KTSP pada SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan tingkat propinsi untuk SMA dan SMK <br /><br />Dokumen KTSP pada MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah setelah mendapat pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.<br /><br />Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-90159885902526265982010-02-21T09:56:00.000-08:002010-02-21T10:18:17.142-08:00Penggunaan Kalimat EfektifMenyusun kalimat efektif memerlukan syarat-syarat tentang pemilihan kata yang berkaitan dengan kata-kata yang bersinonim, yaitu (1) tetap, (2) sekasama (sesuai), dan (3) lazim (Soedjoto, 1988: 1). Syarat tepat berkaitan dengan situasi, misalnya dengan siapa kita berbicara, dimana, kapan, dan sebagainya. Seksama (sesuai) berkaitan dengan distribusi, yaitu penggunakan kata tugas yang bersinonim, misalnya untuk, bagi, buat, demi, dan sebagainya. Adapun lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa maupun distribusi.<br /><div class="fullpost"><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang Masalah <br /> Sebagai salah satu kebanggaan nasional, bahasa Indonesian harus selalu dibina dan dikembangkan sesuai dengan situasi zaman. Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dapat dilakukan secara formal, informal, dan non formal. Berkaitan dengan hal tersebut, pengajaran bahasa Indonesia di sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bentuk usaha pembinaan dan pengembangan bahasa, dilakukan melalui jalur formal. Dengan pengajaran tersebut, diharapkan siswa tidak hanya mengetahui terori bahasa, melainkan benar-benar mampu berbahasa baik dan benar. <br /> Kata-kata bersinonim dapat berupa kata, kelompok kata, frase, atau kalimat. Mesikipun demikian yang dianggap sinonim hanya kata-kata saja. Sering dijumpai bentuk menanti digunakan secara bergantian dengan bentuk menunggu, bentuk meninggal dunia dena bentuk wafat, tewas, mati dan gugur, bentuk mengimbau dengan bentuk mengajak, mengharap, dan sebagainya. Ketepatan bentuk mengajak, mengaharap, dan sebagainya. Ketepatan menggunakan kata-kta bersinonim dalam kegiatan berbahasa, baik secara lisan maupun tertulis, turut menentukankejelasan, ketepatan, dan kesatuan suatu gagasan yang disampaikanolehpenutur maupun informsi yang diterima olehpenanggap. Apabila kosa kata memadai, maka komunikasiakan mengalami hambatan. Oleh karena itu penguasaan kosa kata sangat penting dalam kegiatan berbahasa. Penggunaan sinonim adalah kemampuan yang termasuk dalam lingkup penguasaan kosa kata. Jadi dengan munculnya kata-kata bersinonim akan membawa manfaat. Sehubungan dengan manfaat sinonim, Aminuddin (1988: 119). Berpendapat bahwa dalam kegiatan mengarang maupun penataan gaya bahasa dalam ujaran sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa kata yang lebih sesuai dengan konteks, tanpa mengubah gagasan, (2) mengadakan variasi dalam kegiatan kosa kata, sehingga ujaran, maupun karangan yang ditampilkan lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab dengan penanggap, dan (4) membuka peluang bagi pengarang maupun penutur untuk menyusun paparan lebih memberikan kesan akademis, maupun porfesional.<br /> Menyusun kalimat efektif memerlukan syarat-syarat tentang pemilihan kata yang berkaitan dengan kata-kata yang bersinonim, yaitu (1) tetap, (2) sekasama (sesuai), dan (3) lazim (Soedjoto, 1988: 1). Syarat tepat berkaitan dengan situasi, misalnya dengan siapa kita berbicara, dimana, kapan, dan sebagainya. Seksama (sesuai) berkaitan dengan distribusi, yaitu penggunakan kata tugas yang bersinonim, misalnya untuk, bagi, buat, demi, dan sebagainya. Adapun lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa maupun distribusi.<br /> Sehubungan hal itu Abdul Razak (1988: 7) mengatakan bahwa kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya yang pada umumnya terdiri dari kata harus menempati yang jelas dalam hubungannya satu sama lain. Kata-kata itu pasti diurutkan aturan-aturan yang sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang apalagi yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Pemakai bahasa itu.<br /> Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakai bahasa yang mengidahkan syarat-syarat kalimat efektif cenderung menggunakan kalimat yang sederhana, mudah dipahami pembaca, serta dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara cepat.<br />Menurut Tarigan, (1985: 80), tujuan pengajaran sinonim antara lain (1) membantu siswa dalam menelaah kosa kata, (2) menjadi wahana yang praktis dan efektif untuk menyampaikan gagasan-gagasan umum, serta untuk melihat hubungan antar kata-kata yang sama atau yang mirip.<br /> Di sisi lain Gorrys Keraf (1981: 2) berpendapat bahwa dalam pengajaran komposisi siswa kurang mampu menguasai kata. Akibatnya siswa kurang mampu menguasai kata.akibatnya siswa tidak dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tepat. Kalimat-kalimatnya sering tidak mampu mengembangkan idenya secara teratur dan berkisambungan. Kelemahan lain yang menyebabkan ketidakmampuan siwa dalam berbahasa adalah, (1) adanya pengajar non bahasa yang tidak benar, (2) metode pengajaran bahasa lebih menekankan penguasaan kaidah-kaidah gramatikal dan bukan latihan kemahiran, dan (3) karena situasi kebahasaan yang terlalu tidak menguntungkan anak didik untuk pengajaran bahasa Indonesia secara efektif, menjadikan beban tugas pengajaran bahasa Indonesia dirasakan berat tentang penguasan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.<br /><br />B. Rumusan Masalah <br />Secara operasional, lingkup masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: <br />1.Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ……………………………..Tahun pelajaran 2010/2011 entang <br /> makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?<br />2.Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ………………………………………. Tahun pelajaran 2010/2011 <br /> tentang nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat <br /> efektif? <br />3.Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2010/2011<br /> tentang distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?<br /><br />C. Tujuan Penelitian <br />1.Tujuan Umum <br />Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran objektif tentang penguasaan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif pada siswa kelas ……………………………….. Tahun pelajaran 2010/2011<br />2.Tujuan Khusus<br />Secara khusus penelitian ini bertujuan memperoleh:<br />a.Deskripsi tentang penguasaan makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim <br /> dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas …………………………….Tahun pelajaran 2010/2011.<br />b.Deskripsi tentang penguasaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam <br /> menyusun kalimat efektif siswa kelas ………………………………….Tahun pelajaran 2010/2011.<br />c.Deskripsi tentang penguasaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas ………………………………Tahun pelajaran 2010/2011<br /><br />D. Kegunaan Penelitian <br />Diharapkan hasil penelitian inidapat membuahkan beberapa manfaat seperti berikut:<br />1.Bagi siswa, hasil penelitian ini siswa diharapkan mampu menguasai kata-kata <br /> bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, sehingga dapat menerapkan baik secara <br /> lisan maupun tulisan.<br />2.Hasil penelitian ini bagi guru diharapkan dapat membuahkan atau memberikan <br /> gambaran tentang penguasaan kata-kata bersinonim siswa kepada para guru, sehingga <br /> mereka akan lebih mudah dan cermat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya <br /> demi peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah.<br />3.Hasil penelitian ini bagi kepala sekolah diharapkan dapat sebagai alat untuk <br /> engadakan supervisi kepada para guru, sehingga akan membantu meningkatkan mutu <br /> pendidikan.<br />4.Hasil penelitian ini bagi pengajaran diharapkan dapat memberikan sumbangan <br /> pemikiaran terhadap pembinaan dan pengembangan, terutama dalam bidang penguasaan <br /> kata-kata bersinonim, yang ditempuh melalui jalur formal.<br /><br />E.Hipotesis<br />1.Hipotesis Penelitian <br />Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah. Dia akan ditolak jika faktor-faktornya membenarkannya (Hadi, 1984: 63). Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut: <br />a.Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2010/2011 mampu menguasai makna dasar <br /> dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.<br />b.Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2010/2011 mampu menguasai nilai rasa <br /> (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.<br />c.Siswa kelas ……………………………………….. Tahun pelajaran 2010/2011 mampu menguasai istribusi <br /> kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.<br /><br />3.Kriteria Hipotesis<br />Penerimaan atau penolakan hipotesis ditentukan berdasarkan kriteria penelitian sebagai berikut:<br />a.Siswa kelas …………………………………… Tahun pelajaran 2010/2011 mampu menguasai makna dasar <br /> dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% <br /> atau lebih siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang <br /> disediakan.<br />b.Siswa kelas ………………………………. Tahun pelajaran 2010/2011 mampu menguasai makna nilai <br /> rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% <br /> atau lebih siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang <br /> disediakan.<br />c.Siswa kelas …………………………………. Tahun pelajaran 2010/2011 mampu menguasai distribusi <br /> kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa <br /> sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang disediakan.<br /><br /><br /> <br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-33168784675683427212010-02-21T09:27:00.000-08:002010-02-21T09:51:26.638-08:00Metode ARIAS Peningkatan KwalitasKomponen Pembelajaran ARIAS <br /> Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran <br /><div class="fullpost"><br />BAB II<br />KAJIAN PUSTAKA<br /><br />A. Hakikat Pendidikan<br /> Istilah “Pendidikan” merupakan kata yang tidak asing lagi untuk hampir setiap orang. Namun demikian, istilah ini lebih sering diartikan secara berbeda dari masa ke masa, termasuk oleh ahli yang berbeda pula. Seseorang mungkin menerjemahkan pendidikan sebagai sebuah proses latihan. Orang lain mungkin menerjemahkannya sebagai sejumlah pengalaman yang memungkinkan seseorang mendapatkan pemahaman dan pengetahuan baru yang lebih baik. Atau mungkin pula diterjemahkan secara sederhana sebagai pertumbuhan dan perkembangan.<br /> John Dewey, seorang pendidik yang mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan, mendefinisikan pendidikan sebagai “rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakna.” Definisi ini mengandung arti bahwa seseorang berpikir dan memberi makna pada pengalaman-pengalaman yang dilaluinya. Lebih jauh definisi tersebut mengandung arti bahwa pendidikan seseorang terdiri dari segala sesuatu yang ia lakukan dari mulai lahir sampai ia mati. Kata kuncinya adalah melakukan atau mengerjakan. Seseorang belajar dengan cara melakukan. Pendidikan dapat terjadi di perpustakaan, kelas, tempat bermain, lapangan olahraga, di perjalanan, atau di rumah. <br /> Morse (1964) membedakan pengertian pendidikan ke dalam istilah pendidikan liberal (liberal education) dan pendidikan umum (general education). Ia mengatakan bahwa pendidikan liberal lebih berorientasi pada bidang studi dan menekankan penguasaan materinya (subject centered). Tujuan utamanya adalah penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan bahkan jika mungkin sampai tuntas. Pemikiran pendidikan seperti ini sudah tidak bisa lagi diterapkan dalam konteks pendidikan jasmani sekarang ini, dan oleh karena itu, pengertian pendidikan seperti ini dipandang bersifat tradisional. <br /> Sementara itu, pendidikan modern lebih bersifat memperhatikan “pelakunya” dari pada bidang studi atau materinya. Tujuan utamanya adalah mencapai perkembangan individu secara menyeluruh sambil tetap memperhatikan perkembangan perilaku intelektual dan sosial individu sebagai produk dari belajarnya (child centered). Pendidikan pada jaman sekarang lebih banyak menekankan pada pengembangan individu secara total. <br /> Kebanyakan sekolah sekarang ini menganut filsafat modern. Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Pembelajaran secara individual pada dasarnya merupakan pembelajaran untuk semua siswa, termasuk program untuk siswa yang mempunyai kelambanan dalam perkembangannya, mengalami gangguan emosional, dan siswa yang memiliki cacat fisik atau mental. Setiap siswa diberi kebebasan untuk memilih materi pembelajaran yang diinginkannya dan memperoleh pelatihan dari bidang kejuruan yang berbeda-beda. <br /> Dengan kata lain pendidikan pada jaman sekarang ini lebih menekankan pada pengembangan individu secara utuh. Pengajar tidak hanya memperhatikan perolehan akademisnya akan tetapi juga kemampuan bicara, koordinasi, dan keterampilan sosialnya. Para guru mencoba membantu setiap individu untuk belajar memecahkan masalah¬masalah baik emosional maupun fisikal yang dihadapi oleh setiap siswa. <br />B.Pengertian Bahasa <br /> Dalam arti luas: Bahasa ialah alat yang dipakai manusia untuk memberi bentuk kepada sesuatu yang hidup di jiwanya, sehingga diketahui orang. Jadi disini termasuk juga mimiek (gerak muka), pantho mimiek (gerak anggota), dan menggambar.<br />Dalam arti umum : Bahasa ialah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang diisikan atau ditulis.<br /> Apakah penguasaan bahasa? Mengerti apa yang dikatakan orang lain dan mempergunakan sendiri bahasa itu disebut menguasai bahasa. Orang yang telah menguasai sesuatu bahasa dengan baik dikatakan orang itu mempunyai penguasan bahasa yang baik.<br /><br />C. Macam – macam Penguasaan Bahasa <br />Penguasaan bahasa itu ada dua macam, yaitu (1) penguasaan bahasa pasif : mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya, dan (2) penguasaan bahasa aktif: dapat menyatakan isi hati sendiri kepada orang lain.<br />Dalam pengajaran bahasa di sekolah, penguasaan bahasa itu dapat dibagi seperti bagan berikut :<br /><br />C. Perbendaharaan Bahasa dan Tujuan Pengajaran Bahasa<br /> Tujuan terpenting ialah mebentuk pengertian; yang berarti: mengajarkan perkataan-perkataan baru dengan artinya sekaligus kepada anak – anak. Oleh karena itu, pada saat anak belajar membaca permulaan, jangan mulai dari menghafal huruf, tetapi mulai dari pola kalimat sederhana dan lembaga kata. Biasakan anak untuk mendengar, membaca, dan menuliskan yang mempunyai arti ganda.<br /> Sekalian perkataan yang diketahui artinya oleh anak – anak dikatakan: perbendaharaan bahasa. Perbendaharan bahasa itu bertambah terus menerus pada anak-anak ataupun orang dewasa. Penambahan perbendaharaan bahasa ini telah dimulai sejak kelas I, pada saat anak telah dapat menuliskan apa yang telah didengarnya. Contoh: Mulai dari huruf a Abu, aku, anak, asik, aci, acar, api, dan seterusnya.<br /> Dalam menambah perbendaharaan bahasa anak-anak ini, yang paling penting bukanlah isi dan arti, melainkan bentuk bahasa itu; meskipun sesungguhnya isi dan bentuk itu sukar diceraikan, karena bentuk itu menentukan isi. Jadi: Tujuan pengajaran bahasa ialah:<br />a.Belajar memahami pikiran dan perasaan orang lain dengan teliti, jadi menangkap <br /> bahasa: mendengarkan dan membaca<br />b.Menyatakan pikiran dan perasaan sendiri dengan teliti, atau mempergunakan bahasa: <br /> berbicara/bercakap cakap dan menulis (dalam arti mengarang).<br />D.Model Pembelajran ARIAS<br /> Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).<br /> Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.<br /> Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS.<br /><br />E. Komponen Pembelajaran ARIAS <br /> Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.<br /> Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:<br />-Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa <br /> gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal <br /> dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret <br /> seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara <br /> menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin <br /> dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah <br /> sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan <br /> seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura eperti <br /> dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.<br />-Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai <br /> keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab <br /> pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).<br />-Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan <br /> kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah <br /> berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai <br /> dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip <br /> Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu usaha <br /> menanamkan rasa percaya diri pada siswa.<br />-Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih <br /> suatu keterampilan.<br /><br /> Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).<br /> Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah: <br />-Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan <br /> harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan <br /> tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.<br />-Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang <br /> dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.<br />-Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan <br /> pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. <br /> Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4) Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.<br /><br /> Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.<br /> Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah: <br />-Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh <br /> yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.<br />-Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam <br /> pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan <br /> dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.<br />-Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti <br /> dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke <br /> lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.<br />-Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi <br /> dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk <br /> menarik minat/perhatian siswa.<br /><br /> Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah: <br />-Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa. <br />-Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil <br /> evaluasi kepada siswa. <br />-Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. <br />-Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman. <br /> Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979: merupakan suatu penguatan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, memberikan penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa (Hilgard dan Bower, 1975: 561). Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :<br />- Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru : "Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!". Menganggukkan kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau senyuman guru yang simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.<br />-Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan yang baru<br /> diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.<br />-Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal <br /> dan dihargai oleh para guru.<br />-Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami <br /> kesulitan/memerlukan bantuan.<br /><br />E. Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS<br /> Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.<br /> Siswa dapat membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan dirinya sebagai apa saja (McClelland, 1987: 29). Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi sendiri.<br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-9168452269450319042010-02-21T09:17:00.000-08:002010-02-21T09:26:19.319-08:00Metode Pembelajaran TerbimbingMateri ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan motivasi guru bahasa mengajarkan materi mengarang hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang besar konsekuensi biasanya guru enggan memberikan pelajaran mengarang, karena ia harus memeriksa karangan murid-muridnya yang berjumlah mencapai empat puluh sampai lima puluh lembar, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang notabene sulit dibaca<br /><div class="fullpost"><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang Masalah<br /> Sekolah kita pada umumnya agak mengabaikan pelajaran mengarang. Ada beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas yang terlalu besar dengan jumlah murid berkisar antara empat puluh sampai lima puluh orang.<br /> Materi ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan motivasi guru bahasa mengajarkan materi mengarang hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang besar konsekuensi biasanya guru enggan memberikan pelajaran mengarang, karena ia harus memeriksa karangan murid-muridnya yang berjumlah mencapai empat puluh sampai lima puluh lembar, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa empat puluh kali sekian lembar karangan. Oleh karena itu, tidak jarang guru yang menyuruh muridnya mengarang hanya sebulah sekali atau bahkan sampai berbulan-bulan. <br /> Disamping hal-hal tersebut di atas ada asumsi sebagian guru yang menganggap tugas mengarang yang diberikan kepada siswa terlalu memberatkan atau tugas itu terlalu berat untuk siswa, sehingga ia merasa kasihan memberikan beban berat tersebut kepada siswanya. Ia terlalu pesimis dengan kemampuan muridnya. Asumsi tersebut tidak bisa dibenarkan, karena justru dengan seringnya latihan-latihan yang diberikan akan membuat siswa terbiasa dengan hal itu. Kita tahu bahkan ketermpilan berbahasa akan dapat dicapai dengan baik bila dibiasakan. Kalau guru selalu dihantui oleh perasaan ini dan itu, bagaimana muridnya akan terbiasa menggunakan bahasa dengan sebaik-baiknya?<br /> Berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia dengan Metode Pembelajaran Terbimbing Pada Siswa Kelas…………”.<br /><br />B. Rumusan Masalah<br />Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:<br />1.Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa <br /> Indonesia dalam bidang karang-mengarang dengan diterapkannya pembelajaran <br /> terbimbing pada siswa kelas?<br />2.Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran terbimbing terhadap motivasi belajar <br /> bahasa Indoensia dalai bidang karang-mengarang siswa kelas…………………………….?<br /><br />C. Tujuan Penelitian<br />Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:<br />1.Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran <br /> terbimbing pada siswa kelas …………………………..<br />2.Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran <br /> terbimbing pada siswa kelas ……………………………………….<br /><br />D. Hipotesis Tindakan<br />Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:<br />"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ………………. menggunakan metode………………. dalam menyampaikan materi pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas …………………… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".<br /><br />E.Kegunaan Penelitian<br />Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi:<br />1.Sekolah sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi elajarsiswa <br /> khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia.<br />2.Guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat <br /> memberikan manfaat bagi siswa.<br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-72328042673198214682010-02-21T04:46:00.000-08:002010-02-21T05:13:11.549-08:00Panduan Penelitian Tindakan Kelas/ PTKMelalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis. Upaya PTK diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar ( learning culture) di kalangan dosen di LPTK, dan guru-siswa di sekolah. PTK menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja, sebab pendekatan penelitian ini menempatkan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai peneliti, sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif.<br /><div class="ful><br /><br />PANDUAN<br />PENYUSUNAN USULAN DAN LAPORAN<br />PENELITIAN TINDAKAN KELAS<br />( CLASSROOM ACTION RESEARCH)<br />TAHUN ANGGARAN 2005<br />1. Latar Belakang<br />Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara,<br />antara lain: melalui peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan<br />lainnya, pelatihan dan pendidikan, atau dengan memberikan kesempatan<br />untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran dan nonpembelajaran<br />secara profesional lewat penelitian tindakan secara terkendali. Upaya<br />meningkatkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya untuk<br />menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya<br />akan memberi dampak positif ganda. Pertama, peningkatan kemampuan<br />dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata.<br />Kedua, peningkatan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga,<br />peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya.<br />Keempat, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.<br />Upaya peningkatan kemampuan meneliti di masa lalu cenderung<br />dirancang dengan pendekatan research-development-dissemination (RDD).<br />Pendekatan ini lebih menekankan perencanaan penelitian yang bersifat top-<br />down dan bersifat kuat orientasi teoritiknya. Paradigma demikian dirasakan<br />tidak sesuai dengan perkembangan pemikiran baru, khususnya Manajemen<br />Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Pendekatan MPMBS<br />menitikberatkan pada upaya perbaikan mutu yang inisiatifnya berasal dari<br />motivasi internal pendidik dan tenaga kependidikan itu sendiri ( an effort to<br />internally initiate endeavor for quality improvement ), dan bersifat pragmatis<br />naturalistik.<br />MPMBS mengisyaratkan pula adanya kemitraan antar jenjang dan<br />jenis pendidikan, baik yang bersifat praktis maupun dalam tataran konsep.<br />Kebutuhan akan kemitraan yang sehat dan produktif, yang dikembangkan<br />atas prinsip kesetaraan sudah sangat mendesak. Kemitraan yang sehat<br />antara LPTK dan sekolah adalah sesuatu yang penting, lebih-lebih lagi dalam<br />era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Penelitianpun hendaknya<br />dikelola berdasarkan atas dasar kemitraan yang sehat (kolaboratif), sehingga<br />kedua belah pihak dapat memetik manfaat secara timbal balik ( reciprocity of<br />benefits).<br />Melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) masalah-masalah pendidikan<br />dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga<br />proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang<br />lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis. Upaya PTK diharapkan dapat<br />menciptakan sebuah budaya belajar ( learning culture) di kalangan dosen di<br />LPTK, dan guru-siswa di sekolah. PTK menawarkan peluang sebagai strategi<br />pengembangan kinerja, sebab pendekatan penelitian ini menempatkan<br />pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai peneliti, sebagai agen<br />perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif.<br /><br />2. Tujuan<br />a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan<br />pembelajaran di sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK).<br />b. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah<br />pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas.<br />c. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.<br />d. Menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah dan<br />LPTK, sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan<br />mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan ( sustainable).<br />e. Meningkatkan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan<br />khususnya di sekolah dalam melakukan PTK.<br />f. Meningkatkan kerjasama profesional di antara pendidik dan tenaga<br />kependidikan di sekolah dan LPTK.<br />3. Bidang Kajian Penelitian Tindakan Kelas<br />a. Masalah belajar siswa di sekolah (termasuk di dalam tema ini, antara lain: <br /> masalah belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran,miskonsepsi).<br />b. Desain dan strategi pembelajaran di kelas (termasuk dalam tema ini,<br /> antara lain: masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran,implementasi dan <br /> inovasi dalam metode pembelajaran, interaksi didalam kelas, partisipasi orangtua <br /> dalam proses belajar siswa).<br />c. Alat bantu, media dan sumber belajar (termasuk dalam tema ini, antara lain: <br /> masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas,<br /> peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat).<br />d. Sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (termasuk dalam tema<br /> ini, antara lain: masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan <br /> instrumen asesmen berbasis kompetensi).<br />e. Pengembangan pribadi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya <br /> termasuk dalam tema ini antara lain: peningkatan kemandirian dan tanggungjawab <br /> peserta didik, peningkatan keefektifan hubungan antara pendidik- peserta didik<br /> dan orangtua dalam PBM, peningkatan konsep diri peserta didik).<br />f. Masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini antara lain: implementasi KBK, urutan <br /> penyajian materi pokok, interaksi guru-siswa, siswa-materi ajar, dan siswa-<br /> lingkungan belajar).<br />4. Luaran Penelitian Tindakan Kelas<br />Luaran umum yang diharapkan dihasilkan dari PTK adalah sebuah<br />peningkatan atau perbaikan (improvement and theraphy), antara lain<br />sebagai berikut.<br />a. Peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah.<br />b. Peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran dikelas.<br />c. Peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat<br /> bantu belajar, dan sumber belajar lainnya.<br /><br /><br />d. Peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat<br /> evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.<br />e. Peningkatan atau perbaikan terhadap masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.<br />f. Peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan <br /> kompetensi siswa di sekolah.<br /><br />5. Pengusul Penelitian Tindakan Kelas<br /> a.Semua dosen LPTK (keguruan dan non keguruan) negeri maupun swasta dari semua <br /> program studi yang berkolaborasi dengan guru (SD/MI,SMP/MTs, SMA/MA, SMK) di<br /> sekolah/madrasah.<br /> b.Khusus untuk dosen LPTK non keguruan dapat mengusulkan PTK dengan catatan<br /> mereka harus berkolaborasi dengan guru bidang studi di sekolah.<br /> c.Para dosen LPTK yang tidak sedang terikat Kontrak Kerja Penelitian dengan<br /> Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Menristek (dibuktikan dengan<br /> Surat Keterangan dari Lemlit), atau tidak sedang studi lanjut (dibuktikan<br /> dengan Surat Keterangan Dekan).<br />6. Kolaborasi dalam Penelitian Tindakan Kelas<br /> a.Permasalahan penelitian tindakan kelas harus digali atau didiagnosis secara<br /> kolaboratif dan sistematis oleh dosen dan guru dari masalah yang nyata<br /> dihadapi guru dan/atau siswa di sekolah. Masalah penelitian bukan<br /> dihasilkan dari kajian teoretik atau dari hasil penelitian terdahulu, tetapi<br /> masalah lebih ditekankan pada permasalahan aktual pembelajaran dikelas.<br /> b.Penelitian ini bersifat kolaboratif, dalam pengertian usulan harus secara<br /> jelas menggambarkan peranan dan intensitas masing-masing anggota pada etiap <br /> kegiatan penelitian yang dilakukan, yaitu: pada saat mendiagnosis masalah, <br /> menyusun usulan, melaksanakan penelitian(melaksanakan tindakan, observasi, <br /> merekam data, evaluasi, dan refleksi),menganalisis data, menyeminarkan hasil, <br /> dan menyusun laporan akhir.<br /> c.Dalam PTK, kedudukan dosen setara dengan guru, dalam arti masing-masing<br /> mempunyai peran dan tanggungjawab yang saling membutuhkan<br /> dan saling melengkapi untuk mencapai tujuan.<br /><br />7. Jangka Waktu dan Biaya Penelitian<br />Usulan penelitian disusun untuk kegiatan selama 10 bulan (persiapan<br />sampai dengan pelaporan hasil). Biaya penelitian untuk setiap usulan<br />maksimum Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), yang rinciannya terdiri dari:<br />a.Honorarium Ketua Peneliti dan anggota (tidak melebihi dari 30% total<br /> biaya usulan).<br />b.Biaya operasional kegiatan penelitian di sekolah (minimum 30% dari total<br /> biaya).<br />c.Biaya perjalanan disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan,<br /> termasuk biaya perjalanan anggota peneliti ke tempat penelitian.<br />d.Lain-lain pengeluaran (dokumentasi, laporan, photocopy, dan lainnya).<br /><br />5<br />8. Kriteria Seleksi<br />Usulan penelitian akan diseleksi secara ketat oleh Tim Pakar dari<br />perguruan tinggi yang ditunjuk oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan<br />Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi (Dit.PPTK dan KPT).<br />Kriteria evaluasi terhadap usulan penelitian PTK mencakup :<br />a.Perumusan Masalah (terutama: asal, relevansi, dan cakupan<br /> permasalahan).<br />b.Cara Pemecahan Masalah (terutama: rancangan tindakan, dan<br /> kontekstualitas tindakan, kriteria keberhasilan sebuah tindakan).<br />c.Kemanfaatan Hasil Penelitian (terutama: potensi untuk memperbaiki<br /> atau meningkatkan kualitas isi, proses, masukan, atau hasil<br /> pembelajaran dan/atau pendidikan).<br />d.Prosedur Penelitian (terutama: prosedur diagnosis masalah,<br /> perencanaan tindakan, prosedur pelaksanaan tindakan, prosedur<br /> observasi dan evaluasi, prosedur refleksi hasil penelitian).<br />e.Kegiatan Pendukung (terutama: jadwal penelitian, sarana pendukung<br /> pembelajaran masing-masing anggota penelitian dalam setiap kegiatan<br /> penelitian, dan kelayakan pembiayaan).<br /><br />9.Pemantauan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas<br />Pemantauan terhadap pelaksanaan penelitian akan dilakukan oleh<br />Tim yang ditunjuk oleh Dit.PPTK dan KPT, Ditjen Dikti menjelang penulisan<br />laporan akhir penelitian. Pelaksanaan pemantauan akan dikoordinasikan oleh<br />Lembaga Penelitian masing-masing LPTK sebagai penanggungjawab kontrak<br />penelitian di perguruan tinggi negeri maupun swasta.<br />Monitoring akan diselenggarakan dengan mempergunakan Format<br />Pemantauan Penelitian Tindakan Kelas yang dikeluarkan oleh Dit.PPTK dan<br />KPT (terlampir).<br />10. Tata Cara Pengajuan Usulan Penelitian<br />10.1. Cara Pengajuan Usulan Penelitian<br /> a)Diajukan lewat Lembaga Penelitian, diketahui oleh Kepala Sekolah<br /> yang bersangkutan.<br /> b)Jumlah anggota maksimal 2 (dua) orang dari LPTK dan 3 (tiga)<br /> orang dari guru, atau seorang dosen dari LPTK dan 2 (dua) orang<br /> guru.<br /> c)Masing-masing LPTK maksimal boleh mengajukan 15 usulan<br /> (penyimpangan/kelebihan dari ketentuan ini otomatis akan<br /> mengakibatkan LPTK ybs akan didiskualifikasi).<br /> d)Seleksi awal terhadap usulan dosen dari LPTK dilaksanakan oleh<br /> masing-masing Lemlit dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh<br /> Panduan Penyusunan Proposal PTK dan Buku Petunjuk<br /> pelaksanaan PTK yang disusun oleh Dit.PPTK dan KPT. Berita acara<br /> seleksi perlu dilampirkan.<br /> e)Seorang peneliti (dosen/guru) hanya diperbolehkan terlibat dalam<br /> satu PTK atau RII, baik sebagai ketua maupun anggota, sehingga<br /> tidak diperkenankan merangkap.6<br />10.2 Usulan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan sampul ( cover)<br /> berwarna Biru Muda dan dikirimkan ke Direktorat Pembinaan<br /> Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi,<br />Lt.4 Jalan Pintu 1, Senayan-Jakarta oleh masing-masing LPTK Pengusul.<br />10.3 Usulan yang tidak memenuhi ketentuan di atas akan didiskualifikasi dan<br /> usulannya tidak diperiksa.<br />10.4 Usulan penelitian harus sudah diterima di Direktorat Pembinaan<br /> Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi<br /> paling lambat 27 Januari 2005 dalam rangkap 3 (tiga) dengan kertas<br /> HVS ukuran A-4 dan fonts 12 bertipe Times New Roman.<br /><br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-52847871299504623812010-02-21T04:30:00.000-08:002010-02-21T04:35:46.177-08:00Deskripsi Sugestif Dengan Pendekatan ProsesPendidikan SMA dalam bidang study Bahasa Indonesia berdasarkan GBPP Kurikulum 2004 mengamanatkan bahwa untuk pembelajaran menulis, berbasis pada pendekatan komunikatif, integratif, dan proses yang tidak terpisahkan dari aspek berbahasa yang lain, seperti menyimak (listening), membaca (reading), berbicara (speaking) (Depdikbud,1993:3). Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya harus disajikan secara terpadu meskipun berfokus pada keterampilan menulis. <br /><div class="fullpost"><br />B A B I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang Masalah<br />Pendidikan SMA dalam bidang study Bahasa Indonesia berdasarkan GBPP Kurikulum 2004 mengamanatkan bahwa untuk pembelajaran menulis, berbasis pada pendekatan komunikatif, integratif, dan proses yang tidak terpisahkan dari aspek berbahasa yang lain, seperti menyimak (listening), membaca (reading), berbicara (speaking) (Depdikbud,1993:3). Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya harus disajikan secara terpadu meskipun berfokus pada keterampilan menulis. <br />Akhadiyah (1997:1.4) mengemukakan bahwa hasil survei yang dilakukan oleh penulis kepada guru bahasa Indonesia umumnya mereka mengatakan bahwa menulis adalah aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang paling tidak disukai untuk mempelajari dan mengajarkannya. Jadi, selama mereka berprofesi sebagai guru, hampir tidak pernah melakukan aktivitas karang-mengarang, sehingga sebagai penulis berkata dalam hati, "Kalau gurunya saja tidak menyukai menulis, maka bagaimana muridnya? Jelas bahwa, jika seorang guru tidak pernah mem-punyai pengalaman menulis, maka bagaimana mereka dapat merasakan romantika dan pengalaman seorang penulis?".<br />Pembelajaran menulis, khususnya menulis deskripsi sugestif belum terlaksana dengan baik di sekolah. Kelemahannya terletak pada kurang berva-riasinya metode yang digunakan oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa kurang memiliki minat untuk menulis. Pada akhirnya siswa akan beranggapan bahwa menulis tidak penting atau bahkan mereka belum mengetahui peranan menulis bagi kelanjutan studi mereka.<br />Berdasarkan GBPP Bahasa Indonesia SMA Kurikulum Pendidikan 2004, pembelajaran menulis deskripsi sugestif disampaikan di kelas Xl aemester 1. Dalam GBPP tersebut dinyatakan bahwa siswa diharapkan dapat menulis objek yang ada di sekitarnya (pertanian, perkebunan, pertambangan, tempat, gunung dsb.), yang selanjutnya dipublikasikan di depan kelas, majalah dinding (kelas dan sekolah), ataupun media massa. Pada kenyataannya kegiatan menulis deskripsi sugestif di sekolah sering tidak mendapatkan perhatian yang cukup. <br />Berdasarkan pengamatan peneliti di kelas X1 SMA Negeri 1 Karangjati, maka ditemukan beberapa fenomena sebagai berikut (1) keterampilan menulis khusus-nya menulis deskripsi sugestif kurang penting, karena guru kurang memahami perihal menulis deskripsi sugestif, (2) implementasi pembelajaran menulis deskripsi sugestif masih berorientasi pada produk atau hasil saja, (3) keterampilan menulis khususnya menulis deskripsi sugestif masih disikapi sebagai kegiatan sampingan dan untuk tugas jika ada jam kosong mata pelajaran Bahasa Indonesia, (4) kegiatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif belum pernah menggunakan pendekatan proses yang melalui pentahapan, (5) pembelajaran menulis yang selama ini dilakukan kurang menerapkan interaksi multi arah, antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan teks, dan (6) pembelajaran menulis belum sesuai dengan tingkat intelektual siswa, sehingga kurang diminati dan terlalu monoton atau kurang variatif. Hal yang lebih memprihatinkan, sistem evaluasi yang masih tertumpu pada produk atau hasil dan tidak menggunakan langkah evaluasi yang sistematis, sesuai dengan kriteria yang ada. Evaluasi sering dilaksanakan sepintas dan serampangan saja, dengan orientasi akhir nilai bahasa Indonesia. Oleh karena itu, perlu dicari pendekatan lain yang bisa meminimalisasi kekurangan sistem evaluasi tersebut. Dalam hal ini ada salah satu pendekatan atau strategi pembelajaran menulis deskripsi sugestif yang mungkin bisa mening-katkan pencapaian tujuan yakni pendekatan proses. Dengan pendekatan proses ini, guru diharapkan dapat mengamati siswa mengenai proses melalui awal hingga menjadi karangan deskripsi sugestif. <br />Pendekatan proses dalam menulis meliputi beberapa tahapan yakni prapenulisan, pemburaman, perevisian, penyuntingan, dan pemublikasian. Tompkins (1994:19), menganjurkan bahwa dalam pembelajaran menulis agar hasilnya bisa optimal harus melalui proses atau tahapan. Hal itu mengingat bahwa mayoritas menulis itu merupakan suatu proses kreatif dan tidak sekali jadi. Menurut Aminudin (1998:8), pendekatan proses merupakan pembelajaran yang pada intinya berisi konsepsi pengalaman belajar yang bermakna yang diperoleh apabila siswa menghayati sesuatu yang dijelaskan guru. Sesuatu yang dijelaskan guru itu dihayati, diidentifikasi, digambarkan, dimaknai, dan dipahami oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yng dipelajari, disimpulkan sendiri oleh siswa setelah sesuatu yang dijadikan objek pembelajaran itu dihayati siswa. <br />Pendekatan ini juga mendorong berlangsungnya kegiatan pembelajaran secara kolabortif di antara siswa. Hal ini sebagai suatu cara untuk meningkatkan motivasi terhdap menulis. Sejalan dengan konsep yang diungkapkan Burn dan Ross (1991:25)(dalam Januhadi, 2002:6) bahwa pendekatan proses adalah pendekatan menulis yang berpusat pada siswa. Maksudnya siswa dalam pembelajaran harus berpartisipasi aktif dalam proses menulis. Di samping itu pendekatan proses dalam menulis, sejalan dengan pendekatan terpadu dalam pendekatan “Whole Language” bahwa pembelajaran tidak dilaksanakan terpisah-pisah akan tetapi dilaksanakan secara utuh sesuai dengan minat, kemampuan, dn keperluan belajar. <br />Selama ini, keadaan pembelajaran menulis deskripsi sugestif memang kurang menarik. Hal ini disebabkan, guru belum bisa mencari materi, strategi, metode yang cocok untuk mengajarkan menulis deskripsi sugestif. Siswa kurang berminat serta kurang tertarik materi pelajaran menulis pada umumnya dan khususnya materi menulis deskripsi sugestif. <br />Hal ini seperti yang dialami oleh guru-guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangjati, khususnya guru bahasa Indonesia kelas X1. Bukti lain yang menunjukkan kekurangtertarikan guru dan siswa dalam pembelajaran menulis, terutama menulis deskripsi sugestif adalah hasil survei awal melalui pengamatan di sekolah lewat Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sekolah (MGMPS) Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangjati dan dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia Kabupaten Ngawi. Para guru sering mengeluh tentang cara yang efektif dalam rangka meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi sugestif yang menarik dan selalu diminati oleh siswa. <br />Pembelajaran keterampilan menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses diharapkan dapat menjadikan guru untuk mengembangkan metode, pendekatan, dan strategi pembelajaran menulis secara optimal. Pembelajaran menulis deskripsi dengan pendekatan proses diharapkan dapat digunakan untuk menghilangkan mitos atau pendapat yang keliru tentang menulis dan pengajarannya, yaitu (1) menulis itu mudah, (2) kemampuan menggunakan unsur mekanik tulisan merupakan inti dari menulis, (3) menulis itu harus sekali jadi, dan (4) orang yang tidak menyukai dan tidak pernah menulis dapat mengajarkan menulis (Akhadiyah, 1997:1.7.-1.8). Pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses, diharapkan dapat mengembangkan kerja sama siswa dengan siswa, siswa dengan guru, menumbuhkan minat dan motivasi, mencapai hasil belajar, dan mencapai tujuan pembelajaran melalui pentahapan menulis, yaitu tahap prapenulisan, pemburaman, perevisian dan penyuntingan, serta tahap pemublikasian. <br />Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya penelitian tentang peningkatan pembelajaran menulis, khususnya pembelajaran menulis deskripsi sugestif. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul “ Peningkatan Pembelajaran Menulis Deskripsi Sugestif dengan Pendekatan Proses di Kelas XI SMA Negeri 1 Ngawi”. Penelitian ini relatif masih baru dan belum pernah dilakukan. Selama ini, belum ada penelitian tentang “ Peningkatan Pembelajaran Menulis Deskripsi Sugestif dengan Pendekatan Proses di Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati”.<br />Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Karangjati. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada pertimbangan (1) Tempat tugas mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia (2). SMA Negeri 1 Karangjati merupakan salah satu sekolah Negeri yang memiliki kondisi fisik, sarana, maupun guru-guru yang cukup memadai, sehingga perlu untuk dilaksanakan penelitian, (3) SMA Negeri 1 Karangjati merupakan salah satu SMA kurang favorit di kota Ngawi. Tentunya siswa yang bersekolah di tempat ini anak-anak dari masyarakat menengah dan terpelajar, sehingga kondisi ini sangat mendukung proses pembelajaran, dan (4) Teman guru-guru SMA Negeri 1 Karangjati khususnya guru bahasa Indonesia sangat terbuka terhadap pembaruan dan perubahan serta bersedia untuk berkolaborasi, sehingga memungkinkan dilaksanakan penelitian tindakan ini. <br />1.2 Masalah Penelitian<br /> Masalah pokok penelitian ini adalah “Bagaimana Peningkatan Pembe-lajaran Menulis Deskripsi Sugestif dengan Pendekatan Proses di Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati?”. Masalah Penelitian tersebut dijabarkan berikut ini.<br />(1) Bagaimana peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap prapenulisan?<br />(2) Bagaimana peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap pemburaman?<br />(3) Bagaimana peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas X1 SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap perevisian dan penyuntingan?<br />(4) Bagaimana peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas X1 SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap pemublikasian?<br />1.3 Tujuan Penelitian<br />Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang "Peningkatan Pembelajaran Menulis Deskripsi Sugestif Dengan Pendekatan Proses di Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati”. Kemudian, dari tujuan umum itu dijabarkan menjadi tujuan khusus berikut ini.<br />(1) Mendeskripsikan peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas X1 SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap prapenulisan.<br />(2) Mendeskripsikan peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas X1 SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap pemburaman.<br />(3) Mendeskripsikan peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap perevisian dan penyuntingan.<br />(4) Mendeskripsikan peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap pemublikasian. <br />1.4 Manfaat Penelitian<br /> Manfaat Penelitian ini terfokus pada informasi faktual tentang hakikat pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati pada tahap prapenulisan, pemburaman, perevisian dan penyuntingan, serta tahap pemublikasian yang dilakukan oleh guru SMA Negeri 1 Karangjati pada saat pembelajaran menulis deskripsi sugestif. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat konstruktif baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai landasan teori Pembelajaran Menulis Deskripsi Sugestif di Kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati. Penelitian ini diharapkan pula dapat menumbuhkembangkan teori pembelajaran keterampilan menulis bahasa Indonesia siswa kelas XI yang dikaitkan dengan tanggapan siswa terhadap menulis.<br /> Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak antara lain (1) Kami guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangjati khususnya, dan SMA yang lain pada umumnya, sebagai ancangan dalam praktek mengajar di kelas, (2) para calon guru sebagai alternatif atau model pembelajaran keterampilan menulis bahasa Indonesia yang integratif dan komunikatif, serta (3) peneliti lain sebagai acuan praktek dalam pembelajaran.<br />1.5 Asumsi Penelitian <br /> Penelitian ini mengasumsikan hal-hal berikut ini.<br />(1) Pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara multi arah, antara guru dan siswa, siswa dengan siswa. <br />(2) Siswa memberikan tanggapan yang baik selama pembelajaran keterampilan menulis deskripsi sugestif berlangsung. <br />(3) Pembelajaran menulis deskripsi sugestif di kelas XI SMA dapat dilatihkan dan ditingkatkan.<br />(4) Peningkatan kemampuan menulis deskripsi sugestif dilakukan dengan pentahapan, yaitu tahap prapenulisan, tahap pemburaman, tahap perevisian, tahap penyuntingan, dan tahap pemublikasian.<br />(5) Pendekatan proses dapat meningkatkan pembelajaran menulis deskripsi sugestif.<br />1.6 Ruang Lingkup Penelitian<br /> Penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang dikemukakan berikut ini. <br />(1) Penelitian ini terbatas pada peningkatan pembelajaran menulis deskripsi su-gestif dengan pendekatan proses di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati. Oleh sebab itu, dalam mentransfer hasil penelitian ini perlu sekali memper-timbangkan setting pembelajaran keterampilan menulis, khususnya keteram-pilan menulis deskripsi sugestif di kelas XI SMA Negeri 1 Karangjati,<br />(2) Pelaksanaan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses secara objektif bisa (1) mengembangkan kerjasama, (2) menumbuhkan rasa percaya diri, (3) menggunakan waktu secara tepat, dan (4) mencapai hasil belajar. <br />(3) Penelitian peningkatan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses dilakukan melalui pentahapan, yaitu tahap prapenulisan, tahap pemburaman, tahap perevisian, tahap penyuntingan, dan tahap pemublikasian.<br />(4) Keberhasilan pembelajaran menulis deskripsi sugestif dengan pendekatan proses didasarkan pada evaluasi proses dan hasil. <br />1.7 Batasan Istilah <br /> Untuk menghindari salah interpretasi terhadap istilah yang secara operasional digunakan dalam penelitian ini, berikut dikemukakan beberapa pengertian <br />dalam bentuk konsepsi definitif. Istilah-istilah yang dimaksud sebagai berikut.<br />(1) Yang dimaksud peningkatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah meningkatkan proses membuat siswa melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.<br />(2) Yang dimaksud menulis deskripsi sugestif adalah menulis deskripsi yang bertujuan membangkitkan daya khayal, kesan atau sugesti tertentu, seolah-olah pembaca melihat sendiri objek yang dideskripsikan secara keseluruhan seperti yang dialami secara fisik oleh penulisnya. Ini diusahakan penulis dengan memindahkan kesan-kesan, hasil pengamatan, dan perasaannya kepada pembaca. <br />(3) Yang dimaksud pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang beranggapan bahwa pengalaman belajar yang bermakna diperoleh apabila siswa menghayati sesuatu yang dijelaskan guru. Sesuatu yang dijelaskan guru akan dihayati, diidentifikasi, digambarkan, dan dipahami oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yang dipelajari dan disimpulkan sendiri oleh siswa setelah siswa menghayati sesuatu yang dijadikan objek pembelajaran. Adapun pendekatan proses dalam menulis deskripsi sugestif meliputi pentahapan, yaitu (1) tahap prapenulisan, (2) tahap pemburaman, (3) tahap perevisian dan tahap penyuntingan, serta (4) tahap pemublikasian.<br />(4) Yang dimaksud tahap prapenulisan adalah periode persiapan menulis yang meliputi kegiatan (a) menentukan tema yang bernuansa kebaruan, (b) merumuskan judul yang menarik dan aktual, dan (c) menyusun kerangka karangan deskripsi sugestif.<br />(5) Yang dimaksud tahap pemburaman adalah proses pengembangan kerangka karangan deskripsi sugestif menjadi buram yang meliputi kegiatan (a) menentukan unsur-unsur karangan deskripsi sugestif, (b) mengembangkan unsur-unsur karangan deskripsi sugestif yang meliputi objek, suasana, dan perasaan, dan (c) mengolah bahasa yang meliputi penggunaan ejaan, tanda baca, kata, kalimat, paragraf, daan sistematika penulisan.<br />(6) Yang dimaksud tahap perevisian dan penyuntingan adalah kegiatan yang berorientasi dalam merevisi dan menyunting buram karangan deskripsi sugestif yang meliputi komponen bahasa, isi karangan, dan unsur kebaruan sampai dengan menulis kembali buram karangan deskripsi sugestif menjadi tulisan jadi.<br />(7) Yang dimaksud tahap pemublikasian adalah kegiatan mengekspos hasil karya siswa dengan orang lain bisa melalui dibacakan di depan kelas, dipajang di majalah dinding, dipasang di media massa. <br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-71418027964761322852010-02-21T04:24:00.000-08:002010-02-21T04:26:41.701-08:00Penerapan KonstruktivistikPenelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu cara yang ampuh untuk perbaikan pembelajaran. Seperti dalam penelitian ini, PTK diarahkan pada penerapan pendekatan konstruktivistik. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik ini dimaksudkan untuk mengubah kebiasaan guru yang terbiasa mengajar terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa. <br /><div class="fullpost"><br />Wahyudi.Pur1., 2008, Penerapan Pendekatan Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Menulis Paragraf Eksposisi pada Kelas XII IPA SMAN 1 Karangjati Tahun 2008<br /><br />Kata-kata kunci : Pendekatan Konstruktivistik, Kemampuan Menulis, Paragraf Eksposisi<br /><br />ABSTRAK<br /> Permasalahan pendidikan siswa selalu muncul seiring dengan perkembangan anak dan situasi serta kondisi lingkungan yang ada. Di samping itu masih banyak cara pendekatan konvensional dilaksanakan dalam pembelajaran di SMA. Pendekatan ini dianggap sudah tidak efektif serta menimbulkan kejenuhan di dalam kelas. Karena itu guru dituntut untuk selalu dan terus berupaya memperbaiki pengelolaan pembelajaran.<br /> Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu cara yang ampuh untuk perbaikan pembelajaran. Seperti dalam penelitian ini, PTK diarahkan pada penerapan pendekatan konstruktivistik. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik ini dimaksudkan untuk mengubah kebiasaan guru yang terbiasa mengajar terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa. <br /> Tujuan pembelajaran dengan pendekatan ini adalah untuk membangkitkan siswa belajar menemukan sendiri, kerja sama dan mengomunikasikan hasil belajarnya, serta untuk meningkatkan keaktifan siswa. Dan hasil penelitian penerapan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan dan prestasi siswa khususnya menulis paragraf, aktivitas, minat, dan kerja sama antarsiswa dalam pembelajaran semakin muncul.<br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Kegiatan menulis ini tidak datang dengan sendirinya (otomatis), melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur. (Tarigan, 1982 : 3)<br /> Dalam kehidupan modern ini, keterampilan menulis jelas sangat dibutuhkan. Tidaklah berlebihan jika keterampilan menulis ini menjadi salah satu empat keterampilan berbahasa yang ditekankan dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kalau kita mengacu pada soal ujian nasional, soal yang berkaitan dengan menulis menempati 30 persen dari keseluruhan soal ujian nasional. Umumnya, soal menulis ini dituangkan dalam bentuk paragraf dan surat. Pertanyaan yang diajukan umumnya berkisar pada pikiran utama, pikiran penjelas, fakta dan opini, bentuk-bentuk paragraf berdasarkan letak pikiran utama, jenis paragraf berdasarkan pola pengembangannya, titik pandang, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan paragraf, kalimat pembuka dan penutup surat, isi surat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan surat.<br /> Mengacu hal-hal di atas, menulis perlu sekali mendapatkan penekanan yang lebih dari para guru bahasa Indonesia di samping keterampilan berbahasa yang lain. Alasannya antara lain ; banyak soal ujian nasional yang berkaitan dengan menulis, kemampuan menulis siswa khususnya siswa di SMAN 1 Karangjati kabupaten Ngawi cukup rendah.<br /> Berdasarkan alasan yang kedua, yaitu kemampuan menulis siswa SMAN 1 Karangjati cukup rendah, bukan hanya simpulan tanpa alasan. Simpulan tersebut muncul berdasarkan alasan sebagai berikut; 1). masih banyak siswa yang kurang mampu menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lain sehingga tercipta kesatuan dan keterpaduan antarkalimat dalam paragraf, 2) masih banyak siswa yang kurang mampu mengembangkan ide pokok menjadi sebuah paragraf , 3) kreativitas siswa dalam memvariasikan penggunaan kata yang digunakan untuk merangkaikan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain masih kurang, sehingga timbul kejenuhan bagi pembaca, 4) guru sangat kurang dalam melatih siswa menulis.<br /> Hal-hal di atas perlu mendapatkan perhatian yang serius dari guru. Bila hal tersebut dibiarkan saja, akan berakibat siswa tidak mampu mengomunikasikan ide kepada orang lain. Salah satu ciri orang yang memiliki kemampuan berbahasa yang tinggi adalah orang yang mampu mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, memberitahukan , dan mempengaruhi. Maksud dan tujuan seperti itu akan dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini bergantung pada kemampuan seseorang menggunakan pikiran, organisasi pemakaian kata-kata dan struktur kalimat. (Morsey dalam Tarigan, 1982 : 4).<br /> Untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis secara kritis dan kreatif, salah satunya guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Suasana yang kondusif ini akan tercipta, bila guru mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Kemungkinan siswa malas atau tidak mampu menulis itu disebabkan oleh guru kurang pandai memilih dan menggunakan metode sehingga siswa bosan mengikuti pembelajaran.<br /> Di samping itu, guru perlu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar mandiri dan mampu bekerja sama dengan siswa yang lain sehingga siswa dapat membangun pengetahuan yang dimilikinya. Pembelajaran mandiri memberikan kesempatan yang luar biasa kepada siswa untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka. Pembelajaran mandiri juga memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilihan positif tentang cara mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pola ini, memungkinkan siswa nertindak berdasarkan inisiatif mereka untuk membentuk lingkungan. (Johnson, 2007 : 179). <br /> Untuk menciptakan kemandirian pada diri siswa, guru harus banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan atau mengalami sendiri belajarnya. Maksudnya, siswa mendapatkan kesempatan yang luas membangun sendiri belajarnya. Hal ini sesuai dengan prinsip konstruktivistik dalam contextual teaching and learning (CTL). Misal, dalam pembelajaran menulis, guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis. Dengan demikian siswa lebih banyak melakukan kegiatan menulis sehingga siswa akan menjadi lebih terampil menulis khususnya menulis paragraf eksposisi.<br /> Keuntungan yang diperoleh bila siswa mampu menulis paragraf dengan baik antara lain : siswa mampu mengomunikasikan ide kepada orang lain dengan baik, siswa mampu melakukan tindakan dan mengambil keputusan secara mandiri secara baik yang berguna bagi dirinya dan orang lain, dalam tujuan khusus siswa mampu menjawab soal ujian nasional dengan benar, secara khusus guru dapat mengajak siswa untuk menciptakan tulisan yang kritis dan kreatif dengan mudah.<br /> Untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan penerapan pendekatan konstruktivistik, guru dapat mengajak siswa belajar sesuai dengan konteksnya. Bila siswa dihadapkan atau dihubungkan dengan konteksnya (lingkungan dan budaya), siswa akan semakin cepat untuk memahami materi pembelajaran. Kemudahan ini disebabkan oleh siswa sudah mengenal atau mengalami situasi dan kondisinya.<br /> Pada sistem pembelajaran dengan penerapan pendekatan konstruktivistik, kemandirian siswa akan bangkit karena siswa dilibatkan belajar secara langsung dan mengalami sendiri seperti kemampuan bertanya, menemukan sesuatu. Hal ini akan dapat dibangkitkan melalui belajar dalam masyarakatnya (learning community) dan belajar lewat model (modeling).<br /> Teori konstruktivistik menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya bila aturan-aturan tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin dalam Trianto, 2007 : 13).<br /> Prinsip konstruktivistik adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan merapkan ide-ide mereka. Guru berusaha menyadarkan siswa agar belajar menggunakan strategi mereka sendiri. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat tangga tersebut (Trianto, 2007 : 13).<br /> Tingkah laku selalu didasarkan pada makna sebagai hasil persepsi terhadap kehidupan para pelakunya. Hal-hal yang dilakukan sesorang dan sebab-sebab seseorang itu melakukan berbagai hal selalu didasarkan pada batasan-batasan menurut pendapat sendiri, dan dipengaruhi oleh latar belakang kebiasaan dan budayanya yang khusus (Spradley dalam Sutopo, 2006 : 224).<br /> Ada anggapan yang menyatakan bahwa belajar selalu dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam hubungan-hubungan yang melihat suatu kesatuan melebihi jumlah dari bagian-bagiannya. Dengan demikian dalam pembelajaran dan pengajaran perlu memperhatikan konteksnya. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual ini merupakan sebuah sistem mengajar yang didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Maksudnya, semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademisnya dengan konteks ini, semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran-pelajaran tersebut, sehingga mereka mendapatkan penguasaan dan keterampilan yang bermakna. Dengan demikian tugas guru sebagian besar adalah menyediakan konteks bagi anak didiknya (Johnson, 2007 : 35).<br /> Pembelajaran dan pengajaran berdasarkan konteksnya melibatkan para siswa belajar secara langsung dan mandiri serta mampu bekerja sama dengan yang lain. Maksudnya, siswa secara langsung mengalami sendiri proses belajar itu dan menemukan sesuatu secara mandiri maupun secara bekerja sama dengan siswa yang lain. Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Selain itu bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan (Johnson, 2007 : 73).<br /><br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-66374909933182911512010-02-21T03:26:00.000-08:002010-02-21T03:37:23.677-08:00Belajar Mengajar Dengan Metode Thinks Pair SharePemilihan dan pengembangan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran hakekatnya berpusat pada peserta didik (student centered), agar dapat melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Pembelajaran harus menekankan pada praktek, dengan pendayagunaan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar<br /><div class="fullpost"><br /><br />Menurut Gunter (1999) Think Pair Share adalah suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. TPS dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi. Seorang siswa belajar dari siswa lain dan saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Bila dibandingkan dengan metode lama (ceramah) dimana guru mengungkapkan suatu pertanyaan dan seorang siswa memberikan jawaban, maka TPS ini lebih memberikan kesempatan kepada siswa dalam menanggapi permasalahan yang diajukan oleh guru.<br />Menurut Susilo (2005:3) metode Think Pair Share mempunyai beberapa keuntungan keuntungan di bawah ini:<br />1. Think Pair Share membantu menstrukturkan diskus. Siswa mengikuti proses yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan pikirannya melantur dan tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil pemikirannya ke mitranya.<br />2. Think Pair Share meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat diingat siswa (Gunter, Ester, dan Schwab, 1999). Dengan Think Pair Share, siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya kekelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak seperti biasanya hanya siswa tertentu saja yang menjawab.<br />3. Think Pair Share meningkatkan lamanya ”time of task” dalam kelas dan kualitas kontribusi siswa dalam diskusi kelas.<br />4. Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Dalam Think Pair Share mereka juga merasakan, a) saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu sama lain, b) menjunjung akuntabilitas individu karena mau tidak mau mereka harus saling berbagi ide dan wakil kelompok harus berbagi pasangannya ke pasangan lain atau seluruh kelas, c) punya kesempatan yang sama untuk berpartisipsi karena seyogyanya tidak boleh ada siswa yang mencoba mendominasi, dan d) interaksi<br /><br />Menurut Lyman, dkk, (dalam Nurhadi,dkk, 2004:67) metode Think Pair Share mempunyai tahap-tahap yang akan dijelaskan berikut ini:<br />1. Tahap 1-Berfikir (Thinking)<br /> Guru mengajukan pertanyaan, masalah atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi kesempatan untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. Hendaknya pertanyaan tersebut berupa pertanyaan terbuka yang memungkinkan dapat dijawab dengan berbagai macam jawaban. Menurut Susilo (2005:4) pada tahap ini guru memberi tanda agar siswa mulai memikirkan pertanyaan atau masalah yang diberikan guru tadi dalam waktu yang tertentu. Lamanya waktu ditetapkan oleh guru berdasarkan pemahaman guru terhadap siswanya, sifat pertanyaannya, dan skedul pembelajaran. Gunter, dkk, (dalam Susilo 2005:4) menyarankan agar siswa menulis jawaban atau pemecahan masalah hasil pemikirannya.<br />2. Tahap 2-Berpasangan (Pairing)<br /> Selanjutnya guru meminta kepada siswanya untuk berpasangan dengan teman sebangku atau yang lain untuk mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Menurut Susilo (2005:4) seringkali proses ini dapat diperpanjang satu langkah lebih lanjut yaitu dengan meminta pasangan siswa bergabung dengan pasangan lainnya sehingga membentuk kelompok baru yang terdiri dari empat orang lebih lanjut. Mereka menggabungkan ide mereka berempat sebelum membagikannya ke kelompok lain yang lebih besar. Tahap pasangan ganda ini juga mengalakkan terjadinya lebih banyak pembicaraan di antara siswa mengenai isu-isu yang dipermasalahkan dalam pertanyaan.<br />3. Tahap 3 –Berbagi (Sharing)<br /> Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Menurut Susilo (2005:5) pada tahap ini siswa secara individual mewakili kelompok atau berdua/berempat mereka maju bersama untuk melaporkan hasil diskusinya ke seluruh kelas. Kalau perlu, mereka dapat pula menyusun poster atau transparan unk menyajikan jawaban mereka, terutama kalau dalam bentuk gambar atau diagram. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.<br /> <br />Terdapat empat langkah atau tahapan dengan lamanya waktu setiap tahapannya ditetapkan oleh guru. Prosedur Think Pair Share adalah sebagai tahapannya ditetapkan oleh guru. Prosedur Think Pair Share adalah adalah sebagai berikut Gunter, Estes dan Schwab (dalam Susilo, 2005):<br /><br />Tahap 1 guru mengemukakan pertanyaan, proses TPS dimulai pada saat guru mengemukakan suatu pertanyaan yang menggalakkan berfikir ke seluruh kelas. Pertanyaan ini hendaknya berupa pertanyaan terbuka yang mungkin bisa dijawab dengan berbagai macam jawaban. Misalnya dalam Kewirausahaan mengenai faktor-faktor dalam menentukan keputusan dilemparkan kepada siswa untuk ditanggapi, maka akan muncul berbagai argumen dari siswa atas permasalahan seperti ini.<br /><br />Tahap 2 siswa berfikir secara individu, guru memberi tanda agar siswa mulai memikirkan pertanyaan atau masalah yang diberikan guru tadi dalam waktu yang tertentu. Lamanya waktu ditetapkan oleh guru berdasarkan pemahaman guru terhadap siswanya, sifat pertanyaannya dan skedul pembelajaran. Menurut Jones (dalam Susilo,2005) waktu berfikir ini bahkan boleh tidak sampai satu menit karena hanya memikirkan jawaban atas pertanyaan. Tahad kedua ini merupakan prosedur yang secara otomatis menyediakan “waktu tunggu” di dalam percakapan dalam kelas.<br /><br />Tahap 3 setiap siswa mendiskusikan jawabannya dengan seorang mitra. Sekali lagi guru memberi tanda agar mulai berpasangan dengan siswa lainnya untuk mendiskusikan dan mencapai kesepakatan atas jawaban terhadap pertanyaan tadi. Menurut Jones (dalam Susilo) mereka membandingkan hasil pemikiran ataupun jawaban yang mereka pikir paling baik, paling meyakinkan, atau paling unik. Seringkali proses ini dapat diperpanjang satu langkah lebih lanjut yaitu dengan meminta pasangan siswa bergabung dengan pasangan lainnya sehingga membentuk kelompok baru yang terdiri dari empat orang, lebih lanjut mereka menggabungkan ide mereka berempat sebelum membandingkannya ke kelompok lain yang lebih besar.<br /><br />Tahap 4 siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas, pada tahap ini siswa secara individu mewakili kelompok atau berdua atau berempat, mereka maju bersama untuk melaporkan hasil diskusinya ke seluruh kelas. Pada tahap terakhir Think Pair Share ini siswa seluruh kelas akan memperoleh keuntungan dalam bentuk mendengarkan berbagai ungkapan mengenai konsep yang sama dinyatakan dengan cara penyampaian jawaban yang unik untuk pertanyaan yang diajukan oleh guru. Lebih lanjut konsep-konsep yang digunakan dalam jawaban siswa menggunakan bahasa siswa yang tentu lebih komunikatif dibanding bahasa buku teks atau bahasa guru. Jadi kalau siswa dapat menggunakan hasil pemikiran bahwa tema, ada banyak cara belajar yang dapat ikut berpengaruh dalam membantu siswa memahami ide dibalik jawaban tersebut.<br /><br />Laura (dalam Risnawati, 2005:22) mengemukakan beberapa keuntungan TPS adalah sebagai berikut:<br />a.TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan.<br />b.Menyediakan waktu berfikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa.<br />c.Siswa menjadi lebih aktif dalam berfikir mengenai konsep dalam mata pelajaran.<br />d.Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi.<br />e.Siswa dapat belajar dari siswa yang lain.<br />f.Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagai/menyampaikan idenya.<br /><br />Aplikasi waktu dalam menggunakan pembelajaran model TPS adalah:<br />a.Dapat digunakan diawal pelajaran sebelum mempelajari suatu materi (mengetahui kemampuan awal siswa).<br />b.Selama guru memperagakan, bereksperimen, atau menjelaskan.<br />c.Setiap saat untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.<br /><br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3063267426340302616.post-77745117557170435222010-02-20T19:47:00.001-08:002010-02-20T20:00:40.790-08:00140Plus Active Learning MethodAnda seorang Guru? Inilah E-book yang mampu memeberikan pandangan dalam mendidik siswa secara aktif, kreatif, dan inovatif. Di sini Anda akan menemui 140 metode dalam mengajar. Setiap metode akan dibahas secara ringkas dan mudah dipahami, dengan begitu Anda tidak akan sulit dalam mempelajarinya. Pembahasannya dibagi menjadi 3, uraian tentang metode tersebut, prosedur, dan variasi metode.<br /><div class="fullpost"><br /><br />Minat siswa yang sulit kini dapat Anda bendung dengan metode pembelajaran yang menarik dan mengasyikkan. Dalam E-book ini anda juga mendapatkan variasi metode yang mampu meningkatkan kualitas mengajar Anda. Cobalah dan Anda tidak akan kecewa akan hal itu. Bayangkan saja, 140 Plus metode belajar mengajar sudah ada di tangan anda dan mengikat belajar mengajar Anda. Anda akan berubah menjadi Pengajar yang berkualitas dan memiliki rating yang tinggi dan juga digemari oleh murid dan semuanya.<br /><br />Silahkan dicoba, Produk Terbatas.<br /></div>Wahyudihttp://www.blogger.com/profile/15895526814007953496noreply@blogger.com0